Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Kompas.com - 09/05/2024, 07:30 WIB
Syakirun Ni'am,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengusut dugaan permintaan uang sebanyak Rp 12 miliar dari auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mendapatkan status opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang terganjal akibat temuan pada proyek “food estate”.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, dugaan itu akan diusut setelah sidang kasus korupsi eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) selesai karena tim jaksa KPK perlu mengantongi konfirmasi dari pihak-pihak lain sehingga fakta persidangan itu menjadi fakta hukum.

“Nanti pengembangan lebih jauhnya adalah ketika proses-proses persidangan selesai secara utuh,” kata Ali kepada wartawan, Rabu (8/5/2024).

Baca juga: WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Ali mengatakan, beberapa waktu sebelumnya Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut bahwa jaksa akan menyampaikan temuan-temuan yang terungkap dalam sidang SYL dalam laporan persidangan maupun laporan perkembangan penuntutan.

Laporan itu nantinya akan menjadi dasar bagi KPK untuk mengembangkan dugaan korupsi menyangkut WTP dari BPK.

Ali menyebutkan, jika pengembangan dilakukan di tahap penyidikan, KPK bisa langsung menetapkan tersangka baru. Namun, karena sudah bergulir di persidangan, temuan itu akan ditindaklanjuti setelah hakim menjatuhkan putusan.

“Jaksa akan menyimpulkan dalam analisisnya di surat tuntutan baru kemudian menyusun laporan perkembangan penuntutan,” ujar Ali.

Baca juga: Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementan Hermanto mengungkapkan, status WTP Kementan terganjal temuan BPK dalam proyek food estate.

Hal itu Hermanto sampaikan ketika dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi eks Menteri Pertanian SYL.

Menurut Herman, BPK menemukan indikasi fraud yang tidak banyak namun nilainya besar.

Auditor BPK yang bernama Victor kemudian disebut meminta uang Rp 12 miliar kepada pimpinan Kementan untuk mendapatkan status WTP.

“Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp 12 miliar untuk Kementan,” kata Hermanto, Rabu.

Baca juga: Pejabat Kementan Tanggung Sewa Private Jet SYL Rp 1 Miliar

Namun, Kementan tidak langsung memenuhi permintaan Victor.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta, Kementan hanya memberi Rp 5 miliar.

“Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin (kalau) enggak salah sekitar Rp 5 miliar,” ujar Herman.

Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Hari Jadi Ke-731, Surabaya Catatkan Rekor MURI Pembentukan Pos Bantuan Hukum Terbanyak Se-Indonesia

Hari Jadi Ke-731, Surabaya Catatkan Rekor MURI Pembentukan Pos Bantuan Hukum Terbanyak Se-Indonesia

BrandzView
Tinjau Fasilitas Pipa Gas Cisem, Dirtekling Migas ESDM Tekankan Aspek Keamanan di Migas

Tinjau Fasilitas Pipa Gas Cisem, Dirtekling Migas ESDM Tekankan Aspek Keamanan di Migas

Nasional
Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Nasional
Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Nasional
Jelang Idul Adha, Dompet Dhuafa Terjunkan Tim QC THK untuk Lakukan Pemeriksaan Kualitas dan Kelayakan Hewan Ternak

Jelang Idul Adha, Dompet Dhuafa Terjunkan Tim QC THK untuk Lakukan Pemeriksaan Kualitas dan Kelayakan Hewan Ternak

Nasional
Buronan Thailand yang Ditangkap di Bali Pakai Nama Samaran Sulaiman

Buronan Thailand yang Ditangkap di Bali Pakai Nama Samaran Sulaiman

Nasional
Pansel Bakal Cari 10 Nama Capim KPK untuk Diserahkan ke Jokowi

Pansel Bakal Cari 10 Nama Capim KPK untuk Diserahkan ke Jokowi

Nasional
Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif

Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif

Nasional
Projo Beri Sinyal Jokowi Pimpin Partai yang Sudah Eksis Saat Ini

Projo Beri Sinyal Jokowi Pimpin Partai yang Sudah Eksis Saat Ini

Nasional
Projo Minta PDI-P Tidak Setengah Hati Jadi Oposisi

Projo Minta PDI-P Tidak Setengah Hati Jadi Oposisi

Nasional
Tuding PDI-P Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo, Projo: Taktik Belah Bambu

Tuding PDI-P Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo, Projo: Taktik Belah Bambu

Nasional
Projo Ungkap Isi Pembicaraan dengan Jokowi soal Langkah Politik Kaesang di Pilkada

Projo Ungkap Isi Pembicaraan dengan Jokowi soal Langkah Politik Kaesang di Pilkada

Nasional
Ada 'Backlog' Pemilikan Rumah, Jadi Alasan Pemerintah Wajibkan Pegawai Swasta Ikut Tapera

Ada "Backlog" Pemilikan Rumah, Jadi Alasan Pemerintah Wajibkan Pegawai Swasta Ikut Tapera

Nasional
Jaga Keanekaragaman Hayati, Pertamina Ajak Delegasi ASCOPE ke Konservasi Penyu untuk Lepas Tukik

Jaga Keanekaragaman Hayati, Pertamina Ajak Delegasi ASCOPE ke Konservasi Penyu untuk Lepas Tukik

Nasional
Projo Mengaku Belum Komunikasi dengan Kaesang Soal Pilkada

Projo Mengaku Belum Komunikasi dengan Kaesang Soal Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com