Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Kompas.com - 03/05/2024, 11:18 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta Mahkamah Konstitusi untuk memberikan kebijakan khusus agar perolehan suaranya yang tidak mencapai ambang batas parlemen 4 persen dalam Pileg 2024 bisa dikonversi menjadi kursi di DPR RI.

Hal ini disampaikan PPP dalam perkara bernomor 130-01-17-37/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 melalui kuasa hukumnya, Iqbal Tawakkal Pasaribu, dalam sidang sengketa Pileg di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (3/5/2024).

Adapun perolehan suara PPP secara nasional hanya mencapai 5.878.777 atau 3,87 persen.

PPP masih mengalami kekurangan 193.088 suara, mengingat ambang batas suara sah sebesar 6.071.865 dari total perolehan suara nasional sebanyak 151.796.631.

"Oleh karenanya, MK untuk mewujudkan dan berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat dan kepastian hukum yang adil, agar memberikan kebijakan khusus kepada pemohon, yaitu memerintahkan termohon (KPU) untuk mengkonversi perolehan suara sah anggota DPR RI yang diperoleh oleh pemohon 5.878.777 juta di Pemilu 2024 menjadi kursi DPR RI," kata Iqbal dalam sidang sengketa, Jumat.

Baca juga: Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Iqbal menyampaikan, suara PPP yang tak terkonversi menjadi kursi di DPR RI tersebut merupakan bentuk pengabaian dan pengkhianatan terhadap kedaulatan rakyat, dan mengabaikan keberagaman kemerdekaan aspirasi umat dan ulama.

Apabila tidak dikonversi menjadi kursi DPR RI, aspirasi politik umat dan ulama beralih pada parpol lain yang tidak seideologi.

Akibatnya kata Iqbal, aspirasi umat tidak terwakili sehingga menjadi tereduksi terbuang dan terabaikan.

"Parpol lain yang diuntungkan karena pemohon tidak dikonversi menjadi kursi akan beralih pada partai yang tidak seideologi di antaranya PDI-P, Nasdem, dan Golkar," tutur Iqbal.

Terlebih kata Iqbal, MK telah menyatakan bahwa ambang batas parlemen 4 persen inkonstitusional dalam putusan MK Nomor 119 tanggal 29 Februari 2024.

Penundaan penghapusan ambang batas di tahun 2024, lanjut Iqbal, telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil bagi PPP. Keadilan yang diterima PPP pun tertunda karena suara yang diperoleh hanya terpaut sedikit dengan ambang batas.

"Hal demikian telah jelas mengabaikan kedaulatan rakyat sebagaimana telah dijamin pasal 1 ayat 2 UUD 1945," tuturnya.

Baca juga: Berapa Kursi PPP di DPR jika Tak Ada Ambang Batas Parlemen?

Selanjutnya ia menuturkan, MK sebagai pengawal konstitusi dapat memberikan kebijakan khusus dalam putusan perkara konkret berkaitan dengan perolehan suara nasional PPP, demi mewujudkan dan berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat dan kepastian hukum yang adil.

Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 dan pasal 28d ayat 1 UUD 1945. Oleh karena itu, ia meminta MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengonversi suara PPP menjadi kursi DPR RI.

"Memerintahkan Termohon untuk mengonversi perolehan suara yang sah anggota DPR RI 2024 yang diperoleh pemohon sebesar 5.878.777 suara di Pemilu 2024 secara nasional menjadi kursi DPR RI," sebut Kuasa hukum PPP lainnya, Akhmad Leksono.

Sebagai informasi, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) diprediksi tergusur dari Senayan dengan hanya mendapatkan 5.878.777 suara dari total 84 dapil.

Dibandingkan dengan jumlah suara sah Pileg DPR RI 2024 yang mencapai 151.796.631 suara, maka PPP hanya meraup 3,87 persen suara.

Baca juga: Bongkar Pasang Ambang Batas Parlemen

Selain PPP, beberapa partai politik lain juga gagal mendapatkan kursi di Senayan lantaran gagal melampaui ambang batas parlemen/parliamentary threshold 4 persen, yakni PSI, Perindo, Gelora, Hanura, Buruh, Ummat, PBB, Garuda, dan PKN.

MK menyatakan, ada 297 gugatan sengketa Pileg 2024 yang diregistrasi menjadi perkara untuk disidangkan dan diadili dalam 30 hari kerja. Jumlah itu terbagi ke dalam sengketa Pileg DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Nasional
Momen Jokowi 'Nge-Vlog' Pakai Baju Adat Jelang Upacara di Riau

Momen Jokowi "Nge-Vlog" Pakai Baju Adat Jelang Upacara di Riau

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com