JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 54 persen pemilih penyandang disabilitas fisik yang menggunakan kursi roda kesulitan ketika memasukkan surat suara ke dalam kotak suara.
Data tersebut merupakan temuan dari pemantauan yang dilakukan Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Pusat Rehabilitasi Yakkum, dan Formasi Disabilitas pada masa pemilu 2024.
Mereka merilis hasil laporan hasil pemantauan Pemilu 2024 yang mengungkap sejumlah pelanggaran terhadap hak pemilih difabel.
Baca juga: Ada 7.000 Pemilih Difabel di Jakarta Pusat, TPS Wajib Menyesuaikan
Mereka menemukan, sebanyak 45 persen TPS tidak memiliki informasi data pemilih difabel. Dampaknya, layanan, aksesibilitas, dan pendampingan pemilih difabel diabaikan.
Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan Nur Syarif Ramadan mengatakan, persoalan itu juga dialaminya di Makassar.
“Saya sendiri, di Makassar, kemarin tidak terdata sebagai difabel, padahal saya difabel,” kata Syarif dalam Diskusi Publik Diseminasi Hasil Pemantauan Pemilu Serentak 2024 di Jakarta, sebagaimana dikutip dari keterangan resmi, Jumat (22/3/2024).
Selain persoalan akses bagi para penyandang difabel pengguna kursi roda, mereka juga menemukan 41 persen petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak menyampaikan instruksi non-verbal saat memanggil pemilih penyandang disabilitas tuli.
Kemudian, 84 persen TPS tercatat tidak menyediakan Juru Bahasa Isyarat (JBI) dan 69 persen tidak menyampaikan informasi tata cara memilih dengan bahasa isyarat.
Baca juga: Didukung Komunitas Difabel, Ganjar Janji Akan Ajak Diskusi untuk Buat Kebijakan
Persoalan lainnya adalah petugas TPS yang memahami alat bantu pencoblosan bagi penyandang tuna netra juga tidak merata.
Dari 27 persen TPS yang diamati, sebanyak 43 persen penyandang tuna netra kesulitan saat mencoblos. Akhirnya, mereka membutuhkan bantuan orang lain.
Kemudian, mereka juga menemukan 45 TPS di 15 provinsi belum menyediakan formulir C3 di sejumlah TPS.
“Padahal Formulir C3 dibutuhkan untuk memastikan asas kerahasiaan bagi pemilih dan proses pendampingan bagi pemilih difabel,” tutur Syarif.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja yang juga hadir dalam diskusi itu membenarkan persoalan tersebut.
Baca juga: Pendamping Pemilih Difabel Bisa Dipenjara 1 Tahun jika Bocorkan Pilihan yang Didampinginya
Berdasarkan catatan Bawaslu, pendamping pemilih difabel di 5.836 TPS tidak menandatangani form C3.
Temuan itu telah disampaikan ke KPU guna menjadi bahan evaluasi dan diperbaiki saat menyelenggarakan Pilkada 2024 pada November mendatang.
“Kita punya PR besar didepan mata meski Pilkada masih akan dilaksanakan pada bulan November. KPU harus memperbaiki daftar pemilihnya,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.