JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD bertanya-tanya tentang penggunaan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat bantu penghitungan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 justru malah menimbulkan masalah pasca pencoblosan.
Menurut dia, tidak hanya Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud yang mempersoalkan Sirekap tersebut, tetapi juga masyarakat pada umumnya.
Maka dia pun menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan audit forensik digital dengan melibatkan pihak independen.
"Jadi itu supaya diaudit benar, itu bagaimana kok bisa terjadi amburadul begitu?" sesal Mahfud saat ditemui di kawasan Kramat 6, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2024).
Baca juga: Hadi Tjahjanto Dikabarkan Bakal Jadi Menko Polhukam, Mahfud MD: Boleh Juga, Dia Orang Baik
Mahfud keheranan alasan Sirekap yang sudah menggunakan teknologi tetap memiliki kesalahan yang beragam. Salah satunya ada kesalahan input data suara.
Berkaca dari ini, eks Menko Polhukam tersebut juga menyarankan perbaikan dari sistem server KPU.
"Kesalahan input dan sebagainya. Nah itu sebabnya lalu menimbulkan kecurigaan. Oleh sebab itu, perlu diadakan audit digital forensik terhadap Sirekap, dan sistem data server KPU-nya sekalian," ungkap Mahfud.
Lebih lanjut, dia juga tak sependapat jika KPU melibatkan pihak berwenang dalam melakukan audit forensik digital.
Baca juga: 84 Petugas Pemilu 2024 Meninggal Dunia, Mahfud MD: Inalillahi Wainnalilahi Rojiun
Menurut dia, seharusnya KPU melibatkan pihak independen bukan berwenang. Menggunakan pihak berwenang, Mahfud menilai malah semakin menimbulkan kecurigaan karena bisa saja lembaga berwenang berasal dari pemerintah.
"Kalau lembaga yang berwenang nanti yang punya pemerintah lagi yang sudah dicurigai kan selama ini," ujar Mahfud.
"Nah (semestinya) lembaga independen, kemudian lembaga-lembaga yang memang bekerja di bidang IT itu kan banyak yang menawarkan diri (melakukan audit forensik)," pungkas dia.
Sebelumnya diberitakan, KPU dianggap bertanggung jawab atas masifnya kesalahan input data perolehan suara capres-cawapres di dalam Sirekap.
Kesalahan input itu menimbulkan "penggelembungan suara" pasangan calon capres-cawapres, karena data numerik Sirekap menampilkan jumlah yang jauh lebih besar daripada yang tercatat di formulir C1 plano di TPS.
Baca juga: 84 Petugas Pemilu 2024 Meninggal Dunia, TPN Ganjar-Mahfud: Pengaturan Jam Kerja Tidak Profesional
"Tentu KPU juga harus responsif mengoreksi kesalahan secara sigap dan profesional sehingga masalah menjadi tidak berlarut-larut dan makin konspiratif yang akan makin melemahkan kredibilitas pemilu," kata pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, kepada Kompas.com, Kamis (15/2/2024).
"Di saat yang sama juga harus dilakukan penyelidikan yang memadai untuk menilai apakah hal tersebut terjadi semata murni karena kelalaian yang tidak disengaja atau memang suatu kesengajaan dengan tujuan menyimpang," lanjut dia.
Ia menganggap lumrah publik yang melontarkan kritik karena data numerik yang berbeda dengan foto formulir C-Hasil Plano sangat rentan menimbulkan spekulasi dan kecurigaan.
"Tidak semua pemilih memahami bahwa penetapan hasil itu akan menggunakan dokumen manual yang dihitung berjenjang dari tingkat TPS, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Sulit bagi mereka menoleransi adanya kesalahan input sebab kesalahan input itu dilakukan oleh otoritas resmi, yaitu KPU," ungkap Titi.
"Oleh karena itu, KPU harus responsif atas berbagai temuan yang ada agar kecurigaan dan spekulasi tidak makin berlarut-larut yang bisa membuat kepercayaan publik memburuk dan legitimasi pemilu tercederai," ujar Titi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.