KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) DKI Jakarta mengingatkan peserta pemilu baik partai politik maupun perseorangan agar menurunkan alat peraga kampanye yang dipasang di setiap sudut Ibu Kota setelah masa kampanye berakhir pada Sabtu (10/2/2024).
"Bawaslu DKI sudah mengirimkan surat imbauan kepada peserta pemilu agar menurunkan seluruh atribut kampanye yang ada," ujar Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo saat dikonfirmasi, Sabtu.
Baca juga: Masa Tenang, Bawaslu Jakarta Utara Segera Sterilkan Jalan dari APK
Setelah masa kampanye, tahapan kontestasi politik 2024 ini akan memasuki masa tenang sejak Minggu sampai dengan menjelang hari pencoblosan pada 14 Februari 2024.
"Karena masa tenang itu tidak boleh ada lagi kampanye. Karena apa? Supaya warga juga melakukan perenungan untuk menentukan pilihan yang terbaik. Baik untuk eksekutif maupun legislatif," kata Benny.
Bawaslu DKI juga mengingatkan peserta pemilu untuk tidak melakukan pelanggaran pada saat masa tenang, termasuk soal politik uang.
"Apalagi mobilisasi orang. Itu kan sudah tidak boleh. Artinya memang masa tenang ini sudah dibuat dalam konteks regulasi untuk semua sama-sama menyiapkan diri memilih nanti," kata Benny.
Adapun larangan peserta pemilu berkampanye di masa tenang itu tertuang dalam Pasal 1 angka 36 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca juga: Satpol PP DKI Siap Bantu KPU dan Bawaslu Turunkan APK Saat Masa Tenang
Dalam Pasal 523 Undang-Undang Pemilu, pihak yang melanggar ketentuan tersebut diancam dengan hukuman pidana penjara 4 tahun dan denda puluhan juta rupiah.
Selain itu, selama masa tenang, media massa cetak atau online, media sosial, dan lembaga penyiaran dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu, atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu.
Aturan lainnya, selama masa tenang, lembaga survei dilarang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang pemilu.
Pelanggaran terhadap aturan ini terancam hukuman pidana penjara 1 tahun dan denda belasan juta rupiah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.