Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buntut Putusan DKPP, KPU Dilaporkan ke PTUN dan Diminta Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Kompas.com - 07/02/2024, 20:54 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Advokat Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) menggugat Surat Keputusan KPU Nomor 1632 Tahun 2023 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024, sepanjang menyangkut Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Gugatan ini didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, antara lain karena Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan seluruh komisioner KPU RI melanggar kode etik terkait kepastian hukum pencalonan Gibran.

"Gibran bermasalah secara hukum dan etika dalam memperoleh tiket cawapres dari KPU yaitu melalui perbuatan melanggar hukum dan melanggar etika," kata Koordinator TPDI Petrus Selestinus dalam keterangannya pada Rabu (7/2/2024).

Baca juga: Mungkinkah Gibran Didiskualifikasi karena DKPP Putuskan KPU Langgar Etik?

"Oleh karena itu, Keputusan KPU (yang) menetapkan Gibran sebagai cawapres bertentangan dengan etika dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu, yang menurut UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dinyatakan sebagai perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintah karena melanggar asas-asas umum pemerintahan," ujar dia.

Dalam petitum gugatannya, Petrus cs meminta PTUN Jakarta menyatakan Ketua dan Anggota KPU terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.

Mereka juga meminta majelis hakim menyatakan tidak sah dan batal Keputusan KPU tentang penetapan capres-cawapres sepanjang menyangkut Prabowo-Gibran dan menyatakan batal pencalonan keduanya.

Baca juga: Tanggapi Putusan DKPP, Sudirman Said: Bangsa Sedang Menunggu Kepekaan Moral Presiden

PTUN Jakarta pun diminta menerbitkan Keputusan KPU yang baru sebagai pengganti.

Sementara itu, dalam putusannya, DKPP menegaskan bahwa pencalonan Gibran tetap sah, meskipun KPU terlambat mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Para komisioner KPU RI disanksi etik karena dianggap tidak profesional, sebab keterlambatan revisi itu menimbulkan ketidakpastian hukum.

Namun, secara konstitusional, hal itu tidak mengurangi keberlakuan Putusan MK yang final dan mengikat sejak dibacakan, dengan ataupun tanpa revisi Peraturan KPU sebagai regulasi teknis.

Argumentasi yang sama disampaikan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI sebagai pihak terkait yang dihadirkan di dalam persidangan DKPP.

Kronologinya, pada 25 Oktober 2023, KPU telah menerima menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran.

Baca juga: Ketua KPU 3 Hattrick Peringatan Keras Terakhir, Sanksi DKPP Dianggap Tak Beri Efek Jera

Padahal berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.

KPU berdalih, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres sudah cukup untuk dijadikan dasar memproses pencalonan Wali Kota Solo berusia 36 tahun itu.

Walau demikian, pada akhirnya, KPU toh mengubah persyaratan capres-cawapres, dengan merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Akan tetapi, revisi itu baru diteken pada 3 November 2023.

Baca juga: Ditanya soal Vonis MKMK dan DKPP, Mahfud Jawab Pakai Gaya Gibran: Pertanyaanmya Dimana Ya?

"Putusan DKPP murni tetang pelanggaran etik ketua dan anggota KPU," ujar Ketua DKPP Heddy Lugito kepada Kompas.com, Senin (5/2/2024).

"Tidak berpengaruh terhadap pencalonan capres dan cawapres," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com