JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyerahkan penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu secara yudisial kepada penerusnya.
Mahfud mengakui penegakan hukum atas pelanggaran HAM berat masa lalu tidak mudah dilakukan, tapi ia mempersilakan penerusnya untuk menyelesaikan itu.
"Saya katakan, penyelesaian HAM, pelanggaran HAM masa lalu ada 12, itu secara hukum sangat sulit, itu biar hukumnya berjalan, nanti dibicarakan oleh pemerintah atau Kemenko Polhukam berikutnya," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (1/2/2024).
Baca juga: Hindari Konflik Kepentingan, Prabowo Disarankan Ikut Mundur seperti Mahfud MD
Kendati demikian, Mahfud mengeklaim bahwa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu itu sudah diselesaikan secara non-yudisial atau pendekatan yang berfokus pada korban, bukan pelaku.
"Pelaku masih terus dicari, tapi korbannya disantuni lebih dulu," ujar mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Mahfud mengeklaim, penyelesaian pelanggaran HAM berat secara nonyudisial mendapat pujian dan penghargaan dari Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Buktinya, kata Mahfud, Indonesia tidak lagi disebut oleh PBB sebagai negara yang bermasalah dengan HAM.
Baca juga: Mahfud: Saya Mundur karena Etika Saya, Tidak Terkait Menteri Lain
Menurut Mahfud, hal itu membuktikan bahwa tudingan yang menyebut HAM di Indonesia rusak merupakan tudingan yang tidak benar.
"Waktu saya jadi Menko Polhukam, itu Indonesia tidak pernah disebut lagi oleh Dewan HAM PBB sebagai negara yang bermasalah, sebelumnya selalu disebut," kata dia.
"Nah waktu saya mulai tahun 2020, 2021, 2022 tidak disebut Indonesia punya catatan ini," imbuh Mahfud.
Diketahui, Presiden Joko Widodo telah memutuskan bahwa pemerintah menempuh penyelesaian non-yudisial yang fokus pada pemulihan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial.
Baca juga: Mahfud Tak Siapkan Pesan untuk Menko Polhukam Berikutnya, tapi Siap untuk Diskusi
Kepala Negara pun menyatakan bahwa peluncuran program menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya pencegahan agar hal serupa tidak akan pernah terulang kembali pada masa datang.
12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang dimaksud adalah:
1. Peristiwa 1965-1966.
2. Peristiwa Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985. 3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989.