Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Arti Pemakzulan Presiden dan Mekanismenya di Indonesia

Kompas.com - 15/01/2024, 14:03 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pemakzulan terhadap Presiden mencuat baru-baru ini. Sejumlah tokoh yang mengatasnamakan diri sebagai Petisi 100 menyuarakan dugaan kecurangan Pemilu 2024 hingga pelengseran Presiden Joko Widodo.

Namun, oleh sejumlah pihak, wacana ini dinilai sulit diwujudkan mengingat prosesnya yang panjang dan butuh waktu tidak sebentar. Lantas, bagaimana sebenarnya proses pemakzulan terhadap Presiden?

Apa itu pemakzulan?

Pemakzulan berasal dari kata dasar makzul. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makzul berarti berhenti memegang jabatan; turun takhta.

Sementara, pemakzulan berarti proses, cara, perbuatan memakzulkan. Masih merujuk KBBI, memakzulkan ialah menurunkan dari takhta; memberhentikan dari jabatan.

Dengan demikian, pemakzulan terhadap Presiden dapat diartikan sebagai proses memberhentikan Presiden dari jabatannya.

Baca juga: Saat Mahfud MD, PDI-P, hingga Yusril Bicara Isu Pemakzulan Jokowi…

Syarat pemakzulan

Ihwal pemakzulan terhadap Presiden diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Menurut Pasal 7 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Namun, sebelum tuntas masa jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Mengacu Pasal 7A UUD 1945, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam situasi tertentu, yakni:

  • Apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya;
  • Melakukan perbuatan tercela;
  • Apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Baca juga: Soal Pemakzulan Jokowi, Yusril Ihza: Inkonstitusional, Prosesnya Panjang dan Memakan Waktu

Proses pemakzulan

Sementara, proses pemakzulan terhadap Presiden diatur dalam Pasal 7B konstitusi. Butuh tahapan panjang dan melibatkan banyak pihak dalam proses pemakzulan. Berikut perinciannya:

  • Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum.
  • Pengajuan permintaan DPR ke MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.
  • MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya pendapat DPR tersebut paling lama 90 hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh MK.
  • Apabila MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden ke MPR.
  • MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR itu paling lambat tiga puluh hari sejak MPR menerima usul tersebut.
  • Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.

Wacana pemakzulan Jokowi

Wacana pemakzulan terhadap Presiden Jokowi disampaikan para tokoh Petisi 100. Tokoh-tokoh ini, seperti, Faizal Assegaf, Marwan Batubara, dan Letnan Jenderal TNI Marsekal (Purn) Suharto.

Pada Selasa (9/1/2024), mereka mendatangi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD untuk melaporkan dugaan kecurangan Pemilu 2024 hingga pemakzulan terhadap Kepala Negara.

"Ada 22 orang (yang datang). Mereka menyampaikan, tidak percaya, pemilu ini berjalan curang. Oleh sebab itu nampaknya sudah berjalan kecurangan-kecurangan. Sehingga mereka minta ke Menko Polhukam untuk melakukan tindakan, melalui desk pemilu yang ada," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (9/1/2024).

Kepada para tokoh tersebut, Mahfud mengaku tidak bisa menindak laporan itu karena bukan kewenangannya. Mahfud bilang, laporan tersebut seharusnya disampaikan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai penyelenggara pemilu.

"Menko Polhukam tidak boleh menilai jalannya pemilu itu karena yang bertugas menilai, menurut konstitusi adalah KPU, Bawaslu, dan DKPP. Atau kalau kecurangan, Mahkamah Konstitusi nantinya," ujar Mahfud.

Terkait permintaan pemakzulan terhadap Kepala Negara, Mahfud juga mengaku tak punya kewenangan untuk menangani itu.

Baca juga: Sebut Tak Ada Gerakan Pemakzulan Jokowi di DPR, Airlangga: Partai Pendukung 85 Persen

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Hari Jadi Ke-731, Surabaya Catatkan Rekor MURI Pembentukan Pos Bantuan Hukum Terbanyak Se-Indonesia

Hari Jadi Ke-731, Surabaya Catatkan Rekor MURI Pembentukan Pos Bantuan Hukum Terbanyak Se-Indonesia

BrandzView
Tinjau Fasilitas Pipa Gas Cisem, Dirtekling Migas ESDM Tekankan Aspek Keamanan di Migas

Tinjau Fasilitas Pipa Gas Cisem, Dirtekling Migas ESDM Tekankan Aspek Keamanan di Migas

Nasional
Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Nasional
Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Nasional
Jelang Idul Adha, Dompet Dhuafa Terjunkan Tim QC THK untuk Lakukan Pemeriksaan Kualitas dan Kelayakan Hewan Ternak

Jelang Idul Adha, Dompet Dhuafa Terjunkan Tim QC THK untuk Lakukan Pemeriksaan Kualitas dan Kelayakan Hewan Ternak

Nasional
Buronan Thailand yang Ditangkap di Bali Pakai Nama Samaran Sulaiman

Buronan Thailand yang Ditangkap di Bali Pakai Nama Samaran Sulaiman

Nasional
Pansel Bakal Cari 10 Nama Capim KPK untuk Diserahkan ke Jokowi

Pansel Bakal Cari 10 Nama Capim KPK untuk Diserahkan ke Jokowi

Nasional
Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif

Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif

Nasional
Projo Beri Sinyal Jokowi Pimpin Partai yang Sudah Eksis Saat Ini

Projo Beri Sinyal Jokowi Pimpin Partai yang Sudah Eksis Saat Ini

Nasional
Projo Minta PDI-P Tidak Setengah Hati Jadi Oposisi

Projo Minta PDI-P Tidak Setengah Hati Jadi Oposisi

Nasional
Tuding PDI-P Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo, Projo: Taktik Belah Bambu

Tuding PDI-P Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo, Projo: Taktik Belah Bambu

Nasional
Projo Ungkap Isi Pembicaraan dengan Jokowi soal Langkah Politik Kaesang di Pilkada

Projo Ungkap Isi Pembicaraan dengan Jokowi soal Langkah Politik Kaesang di Pilkada

Nasional
Ada 'Backlog' Pemilikan Rumah, Jadi Alasan Pemerintah Wajibkan Pegawai Swasta Ikut Tapera

Ada "Backlog" Pemilikan Rumah, Jadi Alasan Pemerintah Wajibkan Pegawai Swasta Ikut Tapera

Nasional
Jaga Keanekaragaman Hayati, Pertamina Ajak Delegasi ASCOPE ke Konservasi Penyu untuk Lepas Tukik

Jaga Keanekaragaman Hayati, Pertamina Ajak Delegasi ASCOPE ke Konservasi Penyu untuk Lepas Tukik

Nasional
Projo Mengaku Belum Komunikasi dengan Kaesang Soal Pilkada

Projo Mengaku Belum Komunikasi dengan Kaesang Soal Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com