SPANDUK, poster, billboard ukuran jumbo bertebaran di pelbagai tempat strategis di berbagai kota dan daerah: pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Yang menyedot perhatian saya dengan iklan tersebut adalah “satu putaran.”
Pasangan nomor urut satu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta pasangan nomor urut tiga Ganjar Pranowo-Mahfud MD sama sekali tidak mengampanyekan pemilu satu putaran.
Ada apa dengan pasangan Prabowo-Gibran, kok memiliki determinasi dan optimisme sangat tinggi bahwa pemilihan presiden cukup satu putaran untuk mereka menangkan.
Mungkin ini adalah taktik dan strategi memenangkan kontestasi. Mengajak para pemilih untuk bersatu padu memilih mereka.
Jalan pikiran mereka adalah, daripada memasuki putaran kedua yang menyita waktu, energi dan biaya tinggi, mengapa tidak mengkristal saja memilih pasangan ini. Biar pemilu cukup satu putaran.
Jalan pikiran dan kalkulasi ini, sekilas memang logis. Namun, ini urusan politik, maka kalkulasi untung rugi seyogianya tidak dijadikan alasan.
Pemilu tidak boleh disederhanakan sedemikian rupa, karena pemilu adalah instrumen dan mekanisme sakral untuk mengekspresikan kedaulatan rakyat. Nilai tertinggi dalam demokrasi.
Mutu moral serta kualitas yuridis pelaksanaan pemilu tidak boleh direduksi dengan pertimbangan efisiensi semata. Urusan pemilu tidak boleh diremehkan dengan hitungan matematis.
Adagium pemilu yang berlaku universal adalah predictable procedures, unpredictable results. Begitu ada peserta pemilu meyakini hasil pemilu mengenai kemenangan dirinya, maka di situlah niat baik sudah mulai disoal.
Keyakinan berlebihan memenangkan pertarungan dalam pemilu, adalah hulu dari penggunaan pelbagai siasat. Machiavelli menyebutnya end justify the means (tujuan menghalalkan segala cara).
Ada yang mengatakan, kepercayaan diri pasangan Prabowo-Gibran mememangkan pemilu satu putaran, bukan tanpa dasar. Mereka tentu melihat pelbagai hasil jajak pendapat yang selalu menempatkan diri mereka di atas dua pasangan lainnya.
Bila ini jadi dasarnya, maka berlaku prinsip wait a minute. Di antara orang yang memberi pendapat tersebut, masih banyak orang yang belum memutuskan pilihannya (swing voters). Pemilu yang baik, adalah pemilu yang tak bisa diprediksi hasilnya.
Saya hanya khawatir, pasangan Prabowo-Gibran bisa mendulang persepsi negatif publik.
Masalahnya, pasangan yang mendesakkan keinginan pilpres satu putaran tersebut, terdapat putra penguasa. Putra Presiden RI. Nah, status inilah yang membangun kerangka sak wasangka publik.