JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) konsisten menjalankan aturan mengenai debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Titi menjelaskan bahwa debat kandidat Pemilihan Presiden (Pilpres) diatur di dalam Pasal 277 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Selain itu, agenda debat tersebut juga diatur di dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum.
Dua aturan ini mengatur debat pasangan calon (paslon) pilpres berlangsung lima kali.
"Meliputi tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres. Dengan demikian, mestinya KPU konsisten saja melaksanakan apa yang sudah menjadi ketentuan," kata Titi kepada Kompas.com, Sabtu (2/12/2023).
Baca juga: Pede soal Debat Cawapres, Anies: Muhaimin Punya Pengalaman Luar Biasa
KPU sejauh ini telah mengatur format debat paslon capres dan cawapres diselenggarakan lima kali. Hanya saja, dalam lima debat tersebut, capres dan cawapres sama-sama naik panggung.
Perbedaannya hanya terdapat pada proporsi bicara masing-masing capres dan cawapres, tergantung agenda debat hari itu, apakah debat capres atau debat cawapres.
Titi menuturkan, meskipun capres diminta hadir, namun debat tersebut seharusnya berlangsung antara cawapres dan tidak melibatkan capres untuk menjawab.
Baca juga: Tak Ada Debat Khusus Cawapres, Gibran: Saya Mengikuti Keputusan KPU
Titi menggarisbawahi, penyampaian visi, misi, dan program bisa dilakukan bersama. Akan tetapi, debat tetap harus hanya diikuti oleh cawapres dalam konteks debat antar-cawapres.
Di sisi lain, Titi menilai format debat yang diatur dalam UU Pemilu tidak menarik. Sebab, dalam pelaksanaannya tidak membuka ruang dialog antara kandidat dan moderator atau audiens.
Bahkan UU Pemilu menyebut selama dan sesudah berlangsungnya debat paslon, moderator dilarang memberikan komentar, penilaian, dan simpulan apa pun terhadap penyampaian dan materi dari setiap paslon.
"Sehingga memang tidak banyak ruang gerak yang bisa dilakukan selain berfokus pada pertanyaan yang sudah disiapkan panelis," ujar dia.
Titi menyarankan agar mekansime debat di Pilpres 2024 bisa dikembangkan dengan memberi kesempatan pendalaman kepada para panelis.
Bahkan, untuk ketepatan dalam pembahasan isu, panelis diharapkan bisa berasal dari pihak-pihak yang terdampak langsung dengan tema yang menjadi pembahasan debat.
"Misalnya untuk tambang, bisa saja panelisnya dari warga yang berada dan terdampak oleh industri pertambangan. Panelis tidak harus berasal dari akademisi. Terpenting ada ruang untuk pendalaman," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.