JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD tidak mau berkomentar mengenai sikap sejumlah organisasi perangkat desa yang memberikan sinyal dukungan kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.
Ketika dimintai tanggapan terkait permintaan agar pemerintah menegur perangkat desa itu, Mahfud justru menyerahkan isu tersebut untuk dinilai oleh masyarakat.
"Saya kan pemerintah, ya sudah yang tanggapi masyarakat saja," kata Mahfud di Ancol, Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Baca juga: Deretan Pejabat yang Dilarang Ikut Kampanye Pemilu, Salah Satunya Kepala Desa
Sejumlah organisasi perangkat desa yang tergabung dalam Desa Bersatu memberikan sinyal dukungan kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sinyal itu terlihat ketika mereka menggelar acara bertajuk "Silaturahmi Nasional Desa 2023" di Indonesia Arena, Jakarta, Minggu (19/11/2023), yang dihadiri oleh Gibran.
Gibran pun didaulat untuk berpidato dalam acara tersebut, meski Wali Kota Solo itu tidak menyinggung soal dukung-mendukung dalam pidatonya yang cukup singkat.
Sinyal dukungan perangkat desa ini rawan bermasalah secara hukum. Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa dilarang menjadi pelaksana/tim kampanye paslon capres-cawapres.
Pelanggaran atas hal ini berakibat pidana maksimum 1 tahun penjara dan denda Rp 12 juta. Kepala desa pun bisa dikenakan pidana yang sama bila melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu.
Baca juga: Mendes: Bahaya kalau Aparat Desa Tak Netral karena Biasanya Jadi KPPS
Kemudian, dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala dan perangkat desa yang terlibat dalam kampanye juga dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan/tertulis.
Jika sanksi administratif itu tak dilaksanakan, mereka bisa diberhentikan sementara dan dilanjutkan dengan pemberhentian.
Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan pun mempertanyakan sikap pemerintah yang dianggap membiarkan pertemuan antara organisasi perangkat desa dan Gibran.
Djohan menyatakan, pemerintah seharusnya tegas melarang kepala desa dan perangkat desa mengikuti kegiatan politik praktis karena hal itu dilarang oleh undang-undang.
"Itu kalau ditengarai ada (politik) transaksional yang ingin dimainkan oleh perangkat desa itu mereka mencegah jadi itu harus ada langkah pencegahan dengan meminta tidak boleh ada pertemuan-pertemuan seperti itu," kata Djohan kepada Kompas.com, Senin (20/11/2023).
"Ini kan enggak ada (larangan) kita lihat, kecolongan? Masak adem-adem saja, diam-diam saja orang-orang itu di pemeritahan, apakah mereka tidak melihat semua itu?" ujar Djohan.
Baca juga: Dukungan Aparat Desa ke Prabowo-Gibran Dinilai Wujud Cawe-cawe Pilpres
Ia juga mendorong pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu untuk berani menjatuhkan sanksi berupa teguran kepada asosiasi kepala desa yang bermain politik praktis.
Harapannya, teguran tersebut dapat membuat para kepala desa tidak lagi mengikuti pertemuan-pertemuan yang menjurus pada dukungan untuk kandidat tertentu.
"Jadi penegakan-penegakan sanksi, law enforcement, kalau mau menjaga pemilu yang berintegritas harus dilakukan. Karena ini kalau enggak, berulang lagi nih," ujar Djohan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.