Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MKMK Enggan Ungkap Modus Anwar Usman Sengaja Diintervensi soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Kompas.com - 07/11/2023, 22:56 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.con - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) enggan mengungkap bagaimana cara eks Ketua MK Anwar Usman sengaja membuka ruang intervensi terkait putusan soal batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Sebelumnya, temuan itu dimasukkan ke dalam putusan MKMK dan kesimpulannya terkait pelanggaran etik berat Anwar Usman.

"Ya itu tidak semuanya harus diungkap. Pokoknya itu sudah kita temukan jadi alasan untuk memberhentikan dari (jabatan) ketua, itu saja. Enggak usah terlalu detail," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam jumpa pers usai sidang pembacaan putusan etik, Selasa (7/11/2023).

"Tidak perlu semuanya dan masyarakat juga enggak perlu tahu semuanya. Karena enggak ada gunanya juga nanti memecah belah," ujarnya lagi.

 Baca juga: MKMK: Anwar Usman Sengaja Buka Ruang Intervensi soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Jimly hanya menyatakan bahwa intervensi itu tidak datang dari pihak luar, tetapi diundang untuk mengintervensi untuk menyenangkan pihak luar itu.

"Kita tidak perlu menyebut siapa orangnya, tapi itu ada. Dalam arti, ya sebenernya sudah jadi semacam praktik di banyak tempat. Praktik dunia hakim harus menyendiri, jangan bergaul dengan pengusaha dan politisi," kata Jimly.

MKMK dalam putusannya mengatakan, Anwar Usman tidak bekerja secara imparsial dan juga tidak terlihat bekerja secara imparsial. Buktinya, tak mengambil sikap untuk mundur dari perkara batas usia capres-cawapres karena berpotensi ada konflik kepentingan.

Padahal, menurut MKMK, hakim konstitusi seharusnya memiliki kesadaran etik dari nurani masing-masing untuk tak mengadili perkara yang berpotensi memuat konflik kepentingan, atau berpotensi menimbulkan anggapan umum yang sudah dapat diperkirakan soal keberpihakan hakim.

 Baca juga: Anwar Usman Diberhentikan sebagai Ketua MK, Jimly Asshiddiqie: Yang Salah Kita Katakan Salah

Terlebih, MKMK mengatakan, gigatan batas usia minimal capres-cawapres itu nyata-nyata menopang kepentingan kemenakan Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka.

Dalam salinan putusan, MKMK berpendapat bahwa Anwar seharusnya mundur dari mengadili perkara itu demi integritas dan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi.

MKMK juga mengutip berita investigasi jurnalistik Majalah TEMPO soal dugaan keterlibatan pihak luar dalam lahirnya Putusan 90/PUU-XXI/2023.

"Jika pemberitaan TEMPO benar, maka menunjukkan adanya indikasi pengaruh eksternal dalam proses pengambilan putusan yang seharusnya bersifat independen. Padahal prinsip independensi mengharuskan hakim untuk membuat keputusan hanya berdasarkan hukum dan fakta yang diajukan dalam persidangan, tanpa tekanan atau pengaruh dari pihak lain," tulis putusan itu.

 Baca juga: Jimly Asshiddiqie Nilai jika Ada Perubahan Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres Berlaku untuk 2029

Anwar Usman diputus melanggar Sapta Karsa Hutama (kode etik dan perilaku hakim konstitusi) pada Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3.

Berikut isi Sapta Karsa Hutama itu:

  1. Hakim konstitusi harus menjalankan fungsi yudisialnya secara independen atas dasar penilaian terhadap fakta-fakta, menolak pengaruh dari luar berupa bujukan, iming-iming, tekanan, ancaman atau campur tangan, baik langsung maupun tidak langsung, dari siapapun atau dengan alasan apapun, sesuai dengan penguasaannya yang seksama atas hukum.
  2. Hakim konstitusi harus bersikap independen dari tekanan masyarakat, media massa, dan para pihak dalam suatu sengketa yang harus diadilinya.
  3. Hakim konstitusi harus menjaga independensi dari pengaruh lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan lembaga-lembaga negara lainnya.

Sebelumnya diberitakan, Anwar Usman diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua MK, setelah terbukti melakukan pelanggaran etik berat terkait uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com