Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Pecat Pegawai Rutan yang Lecehkan Istri Tahanan

Kompas.com - 12/09/2023, 11:42 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pegawai Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berinisial M yang melecehkan istri tahanan akhirnya dipecat.

Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Syamsuddin Haris membenarkan M sudah diberhentikan dari pekerjaannya di KPK.

“Ya benar, yang bersangkutan sudah diberhentikan oleh KPK,” kata Syamsuddin saat dikonfirmasi, Senin (11/9/2023).

Baca juga: Perbandingan Sanksi Pelanggaran di KPK: Dulu Berniat Selingkuh Dipecat, Kini Lecehkan Istri Tahanan Hanya Dipotong Gaji

Sebelum akhirnya diberhentikan, M dipindahtugaskan untuk menjaga gedung.

M diduga meminta sejumlah uang hingga melakukan panggilan video tidak senonoh kepada salah satu istri tahanan KPK.

Dewas KPK kemudian menyatakan M bersalah melakukan pelanggaran etik sedang. Ia pun dijatuhi hukuman sanksi sedang.

Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Dewas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Peraturan Dewas itu yakni sanksi etik menyatakan sanksi sedang tersebut antara lain, pemotongan gaji pokok sebesar 10 persen selama 6 bulan, pemotongan gaji pokok sebesar 15 persen selama 6 bulan, dan pemotongan gaji pokok sebesar 20 persen selama 6 bulan.

Selain menjalani sidang etik, perbuatan pelecehan oleh M juga diproses oleh Inspektorat KPK.

Baca juga: Dewas Sebut Tidak Bisa Pecat Petugas Rutan KPK yang Lecehkan Istri Tahanan, Kewenangan di Inspektorat

Adapun Dewas KPK mengaku tidak berwenang memecat pegawai KPK yang berstatus aparatur sipil negara (ASN). Sementara itu, pemecatan bisa dilakukan oleh Inspektorat.

Pelecehan seksual M terhadap istri tahanan dilaporkan oleh keluarga korban kepada Dewas KPK beberapa waktu lalu.

Berawal dari aduan itu, Dewas kemudian menemukan dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan petugas Rutan KPK kepada para tahanan dengan nilai mencapai Rp 4 miliar dalam waktu sekitar satu tahun.

Meski demikian, KPK sampai saat ini masih menyelidiki apakah pungli itu merupakan suap, gratifikasi, atau pemerasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com