Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anies Ingin Kembalikan Kebebasan Berbicara, Singgung Ketakutan Warga di Negara Demokrasi

Kompas.com - 30/08/2023, 09:22 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan, mengaku ingin mengembalikan kebebasan berbicara di Indonesia.

Sebab, menurutnya, banyak masyarakat yang takut mengkritik pemerintah saat ini.

“Kebebasan berbicara harus menjadi prioritas yang harus kita bereskan di dalam tahun-tahun ke depan,” kata Anies saat menjadi narasumber dalam kuliah kebangsaan yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Selasa (29/8/2023).

Baca juga: Saat Anies Bicara soal Kebebasan Berpendapat hingga Keinginan Miskinkan Koruptor...

Anies menyebut, pasal-pasal dalam undang-undang yang mengganggu kebebasan berekspresi harus direvisi.

Dia mencontohkan pasal karet yang tertuang dalam Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Bukan sekali dua kali pasal tersebut menjerat masyarakat yang menyampaikan kritik.

“UU harus bisa melindungi kebebasan berekspresi, bukan malah menghalangi,” ujarnya.

Baca juga: Anies Ingin Miskinkan Koruptor untuk Beri Efek Jera

Anies juga menyinggung frasa "Negeri Konoha" dan "Negeri Wakanda" yang berseliweran di media sosial. Menurutnya, kata ganti tersebut muncul ketika masyarakat hendak menyampaikan kritik kepada pemerintah atas suatu peristiwa atau kebijakan, namun diperhalus lewat "self censorship".

Konoha adalah sebutan untuk salah satu desa ninja pada serial komik Naruto. Sementara Wakanda merupakan sebutan wilayah atau negara di dalam serial film Avengers.

Penggunaan frasa itu, menurut Anies, menjadi tanda ketakutan publik dalam mengkritik. Padahal, katanya, masyarakat hidup di era demokrasi yang mestinya menghargai kebebasan berpendapat.

Contoh lainnya, ketika hendak mengkritik soal polusi udara di Jakarta, warganet justru menyalahkan pemerintah Kota Lahore di Pakistan, alih-alih mengkritik pemerintah sendiri.

"Ini tanda-tanda (demokrasi) yang tidak sehat,” ucap Anies.

Anies mengatakan, ada dua sistem pemerintahan di dunia, yakni demokratis dan non demokratis. Sistem demokratis didasari pada trust atau rasa percaya.

Sebuah negara yang demokratis, kata Anies, mengandalkan kebebasan, keterbukaan, dan kepercayaan.

Baca juga: Anies Kritik Skema Pembebasan Lahan dalam Pembangunan Jalan Tol

Sementara, sistem non demokratis pilarnya adalah fear atau rasa takut. Ia pun mencotohkan rezim otoriter yang mengandalkan rasa takut warga untuk pemerintah menjalankan kebijakan.

"Karena itu perhatikan rezim-rezim otoriter pasti mengandalkan rasa takut untuk menjalankan kekuasaannya, begitu rasa takut itu hilang rezimnya tumbang," ucap Anies.

Melihat gejala-gejala yang muncul belakangan, Anies bilang, persoalan kebebasan berekspresi harus segera dituntaskan.

"Ketika kita dalam demokrasi dan ada fear, sesungguhnya ini tanda-tanda yang tidak sehat, karena itu harus dikembalikan," tutur mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Nasional
Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Nasional
Prabowo Klaim Serasa Kubu 'Petahana' saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Prabowo Klaim Serasa Kubu "Petahana" saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Nasional
Prabowo Mengaku Diuntungkan 'Efek Jokowi' dalam Menangkan Pilpres

Prabowo Mengaku Diuntungkan "Efek Jokowi" dalam Menangkan Pilpres

Nasional
Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Nasional
[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta 'Uang Pelicin' ke Kementan

[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta "Uang Pelicin" ke Kementan

Nasional
Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com