JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping bakal calon presiden (capres) Partai Gerindra untuk Pemilu 2024, Prabowo Subianto, masih tanda tanya.
Namun, di antara sejumlah nama, peluang Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menjadi calon RI-2 dinilai kian terbatas.
Sebab, pencapresan Prabowo kini didukung oleh empat partai politik Parlemen. Dukungan tidak hanya datang dari Gerindra dan PKB, tapi juga Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN).
“Masuknya Golkar dan PAN di menit-menit terakhir ini, seolah menghilangkan hak veto politik PKB di dalam koalisi. Terlebih kekuatan mesin politik Golkar jauh di atas PKB,” kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam kepada Kompas.com, Senin (14/8/2023).
Baca juga: Prabowo: Airlangga Memainkan Peran Penting dalam Perekonomian Indonesia
Seharusnya, kata Umam, jika menggunakan standar etika koalisi, Muhaimin merupakan cawapres terkuat Prabowo. Pasalnya, PKB menjadi partai pertama yang menyatakan kerja sama dengan Gerindra, membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya.
Sementara, dukungan Golkar dan PAN buat Prabowo diumumkan baru-baru ini, setahun setelah koalisi Gerindra dan PKB berjalan.
“PKB adalah yang merintis koalisi sejak awal, memberikan keyakinan sekaligus bentuk mesin Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yang riil, sehingga narasi pencapresan Prabowo bisa terjaga selama ini,” ujar Umam.
Sejak awal menyepakati kerja sama dengan Gerindra, Cak Imin, demikian sapaan akrab Muhaimin, pun telah menunjukkan keinginannya menjadi calon RI-2.
Baca juga: Tak Khawatir Prabowo Didukung Partai Besar, PDI-P: Pemilu 2014 Kami Ramping dan Menang
Namun demikian, melihat kekuatan Golkar yang melampaui PKB, Umam menduga, kursi cawapres pendamping Prabowo tak akan diberikan ke Muhaimin.
Umam yakin, setelah ini, ihwal cawapres bakal jadi perdebatan alot di internal koalisi pendukung Prabowo.
“Jika posisi cawapres ini membuat deadlock negosiasi koalisi, maka membuka kemungkinan diambinya nama-nama alternatif lain yg dianggap bisa menjadi titik temu kompromi antarpartai pendukung Prabowo, khususnya Gibran Rakabuming Raka,” katanya.
Terlepas dari itu, Umam menyebut, koalisi pendukung Prabowo punya kekuatan yang besar. Dengan tambahan dukungan dari Golkar dan PAN, kekuatan koalisi ini mencapai lebih dari 46 persen.
Angka tersebut jauh melampaui ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang mensyaratkan capres-cawapres diusung partai atau gabungan partai dengan minimal perolehan 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2019.
Dihitung dari perolehan kursi DPR, perincian peta kekuatan koalisi pendukung Prabowo yaitu, Partai Gerindra 78 kursi (13,57 persen); Partai Golkar 85 kursi (14,78 persen); PKB 58 kursi (10,9 persen); dan PAN 44 kursi (7,65 persen). Sehingga totalnya 46,9 persen.
Sementara, kekuatan poros pendukung Anies Baswedan berada di posisi tengah. Dengan dukungan dari Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mantan Gubernur DKI Jakarta itu menghimpun kekuatan koalisi sebesar 28,35 persen.