JAKARTA, KOMPAS.com - Dua bakal calon presiden (capres) Pemilu 2024, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto, dinilai tengah berupaya memperluas segmen pemilih, khususnya ke anak muda penggemar anime atau animasi asal Jepang.
Ini terlihat dari keduanya yang baru-baru ini bicara soal One Piece, manga dan anime asal Negeri Sakura yang tenar di kalangan anak muda.
“Pak Anies mencoba menjadi wibu dengan nonton One Piece tapi langsung ke episode yang terbaru. Pak Prabowo ngobrol bilang tahu One Piece, walaupun obrolannya tidak tentang One Piece, tapi menyerempet tentang kemampuan anak-anak indonesia untuk membuat anime,” kata analis komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo kepada Kompas.com, Kamis (10/8/2023).
Baca juga: Prabowo Sering Puncaki Survei Elektabilitas, Gerindra: Jangan Ge-er
Kunto mengatakan, politik memang akan selalu dekat dengan budaya populer, tertutama fandom atau penggemar dari budaya pop tersebut. Bukan hal baru jika seorang politisi melakukan pendekatan ke kalangan penggemar budaya populer.
“Budaya populer itu kan tidak hanya berupa anime, tapi bisa juga sepak bola, olahraga, musik,” ujarnya.
Menurut Kunto, pola pendekatan serupa pernah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo ketika pertama kali berkontestasi sebagai capres Pemilu 2014. Saat itu, Jokowi memperlihatkan sisi lainnya sebagai penggemar grup musik heavy metal asal Amerika Serikat, Metallica, dan fans dari grup musik Tanah Air, Slank.
Manuver Jokowi itu pun sukses mendulang atensi dari penggemar musik metal dan rock yang pada akhirnya juga memberikan keuntungan secara elektoral.
“Ini kan cerita sukses yang ingin diulang oleh politisi di Indonesia,” ujar Kunto.
Baca juga: Gerindra: PSI Tegak Lurus Jokowi, Berarti Insya Allah Dukung Prabowo
Namun demikian, Kunto melanjutkan, pendekatan politisi terhadap budaya populer mempunyai dua sisi. Jika tidak cermat, metode ini justru bisa menjadi bumerang.
Butuh kesesuaian citra politisi dengan budaya populer yang tengah “digarap”, supaya tak terlalu kental akan nuansa politik.
“Sehingga tidak terlihat mengada-ada, tidak terlihat gimik,” ucap Kunto.
Dia mencontohkan, ketika bakal capres PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, melontarkan rencana untuk mengundang idol K-pop ke Solo, Jawa Tengah, respons fandom justru tak terlalu baik.
Penggemar K-Pop Tanah Air memprotes rencana Gubernur Jawa Tengah tersebut lantaran tak ingin budaya populer yang mereka gandrungi dipolitisasi.
“Karena budaya K-pop dari Korea Selatan memang secara fandom memang anti dipolitisasi, bahkan artisnya juga menolak kalau ini acara politik, sehingga fans K-pop di Indonesia pun mengikuti value itu dan akhirnya jadi kontraproduktif terhadap Pak Ganjar,” kata Kunto.
“Makanya, value-value yang ada di fans-nya dia harus akrab, harus tahu, jadi enggak terasa asing di sebuah kumpulan fans yang memang sudah mendarah daging,” tutur dia.