JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar epidemiologi Griffith University Dicky Budiman mengatakan, Covid-19 varian baru bernama Eris, yang merupakan subvarian Omicron E.G 5.1 sudah masuk di Indonesia.
Dicky mengungkapkan, subvarian tersebut masuk ke Asia, Eropa hingga Amerika Serikat. Saat ini, ada sekitar 36 negara yang telah mendeteksinya adanya Eris.
"Data menunjukkan, EG 5.1 atau Eris sampel pertama itu paling awal tercatat di Jakarta, di Indonesia, dan itu di awal-awal Maret," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/8/2023).
Kendati begitu, status subvarian ini masih di bawah pengawasan (under monitoring).
Baca juga: Jokowi Teken Perpres 48/2023, Obat dan Vaksin Covid-19 Masih Bisa Digunakan
Data juga menunjukkan bahwa tingkat keparahan dan kematiannya pun belum memperlihatkan dampak yang signifikan.
"Gejala juga tidak ada perbedaan dan cenderung tidak ada demam dan tidak ada hilang penciuman, ini tentu ini jauh berkurang (keganasannya) dibanding sebelumnya," ujar Dicky.
Lebih lanjut, Dicky meminta masyarakat agar tidak panik apalagi jika telah menjaga pola hidup bersih dan sehat, serta telah mendapatkan vaksin Covid-19.
Menurut Dicky, vaksinasi masih sangat efektif untuk menjaga kekebalan tubuh dari berbagai macam virus, termasuk Covid-19.
"Sejauh ini saya kira masyarakat tidak perlu panik. Potensi untuk menjadi dominan (di Indonesia), iya. Tapi, kalau menyebabkan dampak serius, saya belum melihat itu. Sembari menunggu perkembangan lebih lanjut, tetap perlu menjaga PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat), dan memakai masker," kata Dicky.
Baca juga: Varian Baru Covid-19 Eris Menyebar di Inggris, Apa Itu?
Sebelumnya diberitakan, Varian baru Covid-19 Eris saat ini menjadi varian baru yang menyebar dengan cepat di wilayah Inggris Raya.
Dikutip dari RepublicWorld, satu dari tujuh kasus Covid-19 di Inggris Raya telah terkonfirmasi positif varian Eris.
Selain itu, varian baru ini juga telah dilaporkan dapat menginfeksi di semua kelompok umur.
"Kami terus melihat peningkatan kasus Covid-19 dalam laporan minggu ini. Kami juga melihat peningkatan kecil rawat inap di sebagian besar kelompok usia, terutama di kalangan lansia," kata Kepala Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) Dr Mary Ramsay.
Meski demikian, dari laporan awal, virus tidak menyebabkan kenaikan jumlah pasien rawat inap. Selain itu, tak ada peningkatan jumlah orang yang dirawat di Unit Perawatan Intensif (ICU).
Baca juga: Jokowi Bubarkan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.