JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Tengah (Jateng) yang juga bakal calon presiden (capres) dari PDI Perjuangan (PDI-P) Ganjar Pranowo menceritakan pengalamannya saat menjalankan program penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan sistem zonasi yang ditetapkan pemerintah pusat.
Ganjar mengakui bahwa ia sempat menerima banyak protes dari warga setiap harinya.
"Ketika kebijakan Mas Menteri (Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim) ya kita buat agar sekolah lebih dekat dengan warganya mendapat protes dari masyarakat luar biasa. Dan saya bertahan dengan PPDB dengan model zonasi. Digebukin (diserang) saya tiap hari. Saya bertahan," ujar Ganjar saat memberi materi pada acara Belajar Raya di Posbloc, Jakarta Pusat, Sabtu (29/7/2023).
Baca juga: Ganjar: Saya Kan Pernah Jadi Timsesnya Prabowo, Masa Terus Jelek-jelekkan
Namun, Ganjar kemudian menemukan fakta bahwa di daerah kelahirannya, yakni Tawangmangu, Karanganyar, tidak ada SMA Negeri dan SMK Negeri.
Oleh karenanya, akses pendidikan di kecamatan tersebut menjadi tidak adil.
"Dan kemudian ada anak kelahiran di situ jadi gubernurnya. Dan membutuhkan waktu sekian tahun untuk itu. Yang saya lakukan pertama adalah membangun kesadaran dari pemerintah (pemerintah daerah setempat)," kata Ganjar.
"Ya sudah kamu buat sekolah, kok susah amat. Mas menteri kita (lalu) buat sekolahan di sana langsung semua rebutan," ujarnya lagi.
Baca juga: Siswa Mengadu PPDB ke Jokowi lewat Video, Orangtua: Saya Ajari Anak Jangan Diam
Selain itu, Ganjar juga mendorong dibentuknya SMK Jawa Tengah Boarding School yang merupakan penggabungan dari tiga sekolah.
Biaya untuk operasional sekolah tersebut diambilkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Tengah.
Diberitakan sebelumnya, diduga ditemukan banyak kecurangan dari pelaksanaan PPDB 2023 dengan jalur zonasi.
Fakta di lapangan, ditemukan orang tua yang melakukan kecurangan dengan migrasi atau menitipkan nama anaknya ke kartu keluarga (KK) warga di sekitar sekolah yang dituju.
Tujuannya agar anaknya dapat masuk di sekolah favorit meski jarak yang ditempuh dari rumahnya jauh.
Baca juga: Jokowi Disebut Sudah Punya Jagoan di Pilpres 2024, Ganjar: Itu Keputusan yang Harus Dihormati
Salah satu contoh kecurangan jalur zonasi terjadi di Kota Bogor, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Wali Kota Bima Arya Sugiarto dengan menelusurinya secara langsung.
"Ada beberapa rumah tidak ditemukan nama anak itu dan ada yang mencurigakan juga, koordinatnya dekat, tetapi ketika mendaftar alamatnya jauh gitu ya, jadi saya kira ini betul-betul ada permainan," kata Bima Arya, Selasa (11/7/2023).
Selain di Bogor, kecurangan migrasi KK untuk mengincar sekolah favorit juga terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).