JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir mendesak pemerintah untuk membentuk lembaga donasi organ, termasuk ginjal.
Hal ini menanggapi adanya kasus penjualan organ ginjal jaringan Kamboja di Kecamatan Tarumaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sejauh ini, polisi telah menetapkan 12 orang sebagai tersangka.
"Kami mendesak pemerintah segera membentuk lembaga donor organ agar setiap orang yang mau mendonorkan organ memiliki tujuan yang tepat demi menyelamatkan ratusan ribu pasien di indonesia," kata Tony Richard Samosir dalam siaran pers, Senin (24/7/2023).
Baca juga: 5 Fakta Sindikat Jual Beli Ginjal Internasional, RS di Kamboja Terlibat
Tony menyampaikan, lembaga donasi ini diperlukan mengingat ginjal merupakan salah satu organ dalam yang paling diminati oleh banyak pihak.
Sebab, transplantasi ginjal menjadi jalan keluar satu-satunya bagi orang dengan penyakit ginjal kronik dan sedang menjalani terapi cuci darah (hemodialisis) jika ingin memiliki kualitas hidup yang lebih baik layaknya orang sehat.
Apalagi, kata dia, biaya untuk transplantasi ginjal bisa dibandingkan dengan biaya cuci darah secara rutin.
Ia lantas mencontohkan, pasien membutuhkan anggaran Rp 1 juta untuk sekali cuci darah, dan harus dilakukan dua sampai tiga kali dalam satu minggu. Jika ditotal, pasien bisa menghabiskan anggaran ratusan juta rupiah dalam satu tahun.
Baca juga: Salah Satu Tersangka TPPO Sempat Jual Ginjal karena Masalah Ekonomi
Sementara itu, anggaran yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan untuk satu kali transplantasi ginjal Rp 420 juta.
“Seharusnya ini bisa jadi jalan keluar bagi negara. Dari kasus ini kita belajar bahwa sudah saatnya Indonesia memiliki lembaga khusus donor organ, sama halnya seperti donor darah. Mau donor darah sukarela, datangnya ke PMI. Begitu juga dengan donor ginjal, ada lembaga mengaturnya," kata Tony.
Selain itu, ia menyarankan pemerintah membuat sistem daftar tunggu pasien, registrasi donor, skala prioritas, dan kartu donor.
Tujuannya agar pendataannya profesional, seperti yang dilakukan oleh negara maju lainnya.
Lebih lanjut, Tony menyampaikan, ketiadaan lembaga donasi organ membuat orang baik di Indonesia kebingungan dalam mendonasikan organnya. Para orang tersebut akibatnya dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
“Jangan sampai orang baik yang ingin mendonasikan ginjal secara sukarela jadi takut karena dicurigai ada unsur jual beli organ. Begitu juga rumah sakit dan dokter, akhirnya menolak calon resipien dan donor yang bukan dari keluarga," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.