JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta agar negara tak turut campur dalam pemahaman keagamaan warga negaranya.
Hal itu disampaikan Komisioner Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi dalam diskusi publik "Al Zaytun: Di Tengah Diskriminasi dan Kriminalisasi" secara daring, Kamis (20/7/2023).
"Keragaman penafsiran agama itu biarkanlah masyarakat yang menilai. Kalau memang menarik ya diikuti, kalau tidak menarik ya pengikutnya hanya sedikit," kata Pramono.
Menurut Pramono, tak semestinya negara ikut campur dalam penafsiran keagamaan seseorang.
Baca juga: Kasus Al Zaytun, Imparsial Ingatkan Masyarakat Hati-hati Penggiringan Opini
Negara baru boleh ikut campur jika memang penafsiran tersebut sudah membahayakan untuk moralitas publik seperti mengajak pada tindak kejahatan.
"Janganlah negara masuk ke sana, sepanjang tidak terbukti bahwa dia bertentangan dengan moralitas publik, kejahatan, lalu mengajarkan kekerasan, lalu mengajarkan kebencian," ucap dia.
Pramono mengatakan, masyarakat Indonesia harus terbiasa menghargai perbedaan yang ada dalam penafsiran agama.
Pandangan perbedaan itu harus dilatih untuk melihat secara utuh bentuk toleransi dengan perbedaan keyakinan, baik dengan beda agama, atau dengan satu agama dengan berbeda penafsiran.
Baca juga: Update Al Zaytun: Polri Usut Dugaan Penyelewengan Dana Zakat hingga Analisis Rekening Panji Gumilang
"Bisa jadi kita enggak suka (dengan hadirnya perbedaan penafsiran), tapi agar bangsa ini tetap guyub, kita mau enggak mau harus bisa toleransi atas sesuatu yang kita enggak suka," ungkap dia.
Sebagai informasi, Ponpes Al Zaytun menjadi sorotan publik lantaran memiliki cara ibadah yang tidak biasa.
Sorotan pertama yang muncul di sosial media adalah ketika saf shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang bercampur antara laki-laki dan perempuan.
Bahkan, ada satu orang perempuan sendiri berada di depan kerumunan saf laki-laki.
Kontroversi itu kemudian berlanjut dengan beragam pernyataan pimpinan Al Zaytun, Panji Gumilang.
Panji Gumilang disorot lantaran menyebut seorang wanita boleh menjadi khatib (pengkhutbah) dalam ibadah shalat Jumat.
Selain itu, Panji juga menyebut kitab suci umat Islam, Al quran sebagai kalam Nabi, bukan kalam Tuhan.
Isu lain kemudian muncul, Panji Gumilang diduga melakukan beragam tindak pidana, mulai dari tindak asusila, perkosaan hingga tindak pidana pencucian uang.
Terbaru, Panji Gumilang dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan penistaan agama. Laporan kasus tersebut sudah naik penyidikan ditambah dengan dugaan melakukan ujaran kebencian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.