Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AHY: Ada Tendensi Konsentrasi Kekuasaan di Tangan Presiden, meski Tak Sedalam Era Otoritarian

Kompas.com - 14/07/2023, 22:04 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melihat adanya kecenderungan pemerintah kembali ke era otoriter.

Sinyal itu, menurutnya, terlihat dari kekuatan lembaga negara yang sudah tidak seimbang karena kekuasaan yang dipegang penuh oleh presiden.

“Saat ini, ada tanda-tanda bahwa kesetaraan dan keseimbangan antar lembaga negara ini mulai terganggu," papar AHY dalam pidato politiknya yang tayang di Kompas TV, Jumat (14/7/2023).

"Kalangan pemerhati konstitusi dan tata negara, mulai melihat tendensi kembalinya konsentrasi kekuasaan di tangan Presiden, meski tidak sedalam di era otoritarian dulu,” imbuhnya.

Baca juga: AHY Singgung Bisnis Pejabat di Pemerintahan: Tak Etis, Jelas Konflik Kepentingan

Ia mengingatkan bahwa presiden tak boleh secara mutlak memegang kekuasaan. Sebab, hal itu dapat menyebabkan kekacauan tata kelola pemerintahan.

“Kekuasaan tetap harus dikontrol oleh kekuasaan yang lain, agar tidak menciptakan model pemerintahan yang absolut dan totalitarian," tegasnya.

"Untuk itu, Demokrat bertekad untuk menegakkan kembali kesetaraan dan keseimbangan antar lembaga negara, sesuai prinsip check and balances dalam sistem presidential,” imbuhnya.

Ia pun menuturkan, Demokrat juga mengawasi etika pejabat negara dalam menjalankan tugasnya. AHY mengungkapkan, tak boleh ada menteri yang terlibat bisnis di lingkungan pemerintahan.

Baca juga: AHY: Pemberantasan Korupsi Kerap Tebang Pilih, Tajam ke Lawan tapi Tumpul ke Kawan

“Menjadi tidak etis jika menteri atau pejabat negara menjalakan bisnis, sementara ia berada dalam lingkaran pembuatan kebijakan dan regulasi yang terkait langsung dengan bisnis itu. Jelas ada konflik kepentingan,” ungkapnya.

“Lebih tidak etis kalau wilayah bisnis pejabat itu, menggunakan anggaran negara, di mana ia terlibat dalam penyusunan APBN tersebut. Ini namanya, ‘jeruk makan jeruk’ atau ‘berburu di kebun binatang’” pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Nasional
Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Nasional
Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Nasional
Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Nasional
TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

Nasional
ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

Nasional
Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Nasional
Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Nasional
Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Nasional
Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Nasional
Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Nasional
Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Nasional
Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Nasional
3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com