Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Tipikal "Grand Corruption", Enembe Buat Aturan untuk Legalkan Kegiatan Menyimpang

Kompas.com - 27/06/2023, 23:07 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, penyelewengan dana operasional Gubernur Papua Lukas Enembe yang mencapai Rp 1 triliun per tahun disembunyikan dengan membuat peraturan gubernur (pergub).

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyebut, kasus Enembe ini bagian dari grand corruption.

"Tipikal grand corruption itu adalah ketika membuat sebuah aturan yang dibuat itu seolah-olah aturannya benar tetapi itu untuk melegalkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang, melakukan korupsi, tetapi dibuat peraturannya seolah-olah menjadi benar," kata Asep saat ditemui awak media di Gedung Juang KPK, Jakarta, Selasa (27/6/2023).

Baca juga: KPK: Belanja Makan dan Minum Lukas Enembe Rata-rata Rp 1 Miliar Per Hari

Asep mengatakan, dugaan penyelewengan dana operasional gubernur itu pun tidak terlihat ketika dicek di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berkat pergub yang dibuat Lukas.

Padahal, kata Asep, uang tersebut sebagian besar digunakan untuk belanja makan dan minum.

“Jadi memang ketika dicek itu Kementerian Dalam Negeri itu menjadi tidak kelihatan tersamarkan dengan adanya begitu,” ujar dia.

Menurut dia, KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi penyelewengan dana operasional ini dan akan naik ke penyidikan dalam waktu dekat.

Berdasarkan temuan KPK, dari dana operasional Lukas Rp 1 triliun per tahun, hampir Rp 400 miliar di antaranya digunakan untuk belanja makan dan minum.

“Padahal kita tahu bahwa 1 tahun itu adalah 365 hari. Artinya, bahwa satu hari itu bisa satu miliar. Nah itu bisa menjadi kejanggalan bagi kami, apa iya makan minum itu menghabiskan 1 hari Rp 1 miliar,” ujar Ali.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkap Lukas diduga menyelewengkan dana operasional gubernur.

Baca juga: KPK Dalami Belanja Makan dan Minum Lukas Enembe, Capai Rp 900 Juta Sehari jika Sepertiga Dana Operasional

Selain jumlahnya yang terlalu besar, KPK menemukan kejanggalan alokasi anggaran itu yang banyak digunakan untuk membeli makan dan minum namun diduga fiktif.

“Belanja makan minum, bayangkan kalau Rp 1 triliun itu sepertiganya digunakan untuk belanja makan minum itu satu hari berarti Rp 1 miliar untuk belanja makan minum,” ujar Alex dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta, Senin (26/6/2023).

Adapun Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD pada September 2022.

Awalnya, KPK hanya menemukan bukti aliran suap Rp 1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka.

Namun, dalam persidangan Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp 35.429.555.850 atau Rp 35,4 miliar.


Belakangan, KPK menyebut Lukas Enembe diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 46,8 miliar dari berbagai pihak swasta.

Dalam proses penyidikan, KPK kemudian menemukan berbagai informasi dan menetapkan Lukas sebagai tersangka TPPU.

Ia diduga secara sengaja menyembunyikan kekayaannya yang bersumber dari tindak pidana korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com