JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri untuk kesekian kalinya lolos dari jerat sanksi etik Dewan Pengawas (Dewas).
Firli baru-baru ini digempur belasan laporan dugaan pelanggaran etik terkait kebocoran informasi penyelidikan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, pihaknya telah meminta klarifikasi dari 30 orang termasuk pelapor, terlapor, dan pihak terkait.
Dewas kemudian memutuskan, belasan laporan itu tidak bisa dilanjutkan ke sidang etik karena dinilai tidak cukup bukti Firli Bahuri membocorkan informasi penyelidikan.
“Dewan Pengawas KPK memutuskan bahwa laporan saudara Endar Priantoro dan 16 pelapor lainnya yang menyatakan saudara Firli Bahuri melakukan kode etik membocorkan sesuatu adalah tidak terdapat cukup bukti untuk dilakukan ke sidang etik,” kata Tumpak dalam konferensi pers di gedung KPK lama, Senin (19/6/2023).
Baca juga: Firli Bahuri Bantah Bocorkan Informasi Penyelidikan Korupsi di Kementerian ESDM
Dalam paparannya, Tumpak menuturkan bahwa persoalan ini berawal dari sebuah video penggeledahan yang diunggah akun twitter Rakyat Jelata @dimdim078.
Video itu merekam momen petugas KPK menginterogasi Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM, M Idris Froyoto Sihite setelah menemukan dokumen yang menyerupai hasil penyelidikan.
Sihite sempat mengaku dokumen yang berjumlah tiga lembar kertas itu ia dapatkan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK saat itu, Karyoto.
Baca juga: Firli Bahuri soal Dugaan Korupsi di Kementan: Nanti Kita Akan Ungkap Semua
Ia kemudian menyebut dokumen tersebut didapatkan dari Menteri ESDM, Arifin Tasrif dan berasal dari Firli Bahuri.
“Penyidik kemudian ingin melakukan penyitaan terhadap tiga lembar kertas tersebut, namun Sihite menolaknya sehingga tidak dilakukan penyitaan,” ujar Tumpak.
Dewas KPK membenarkan video berdurasi sekitar lima menit itu memang benar adanya. Saat proses penggeledahan, memang terdapat pegawai KPK yang merekam penggeledahan.
Namun, kata Tumpak, saat pemeriksaan dilakukan, Sihite mengubah pernyataannya. Ia mengaku tidak mendapatkan dokumen itu dari Arifin dan Firli, melainkan pengusaha bernama Suryo.
Ia mengklaim, dokumen itu didapat saat bertemu Suryo di Hotel Sari Pasific Jakarta dalam tumpukan kertas perkara perdata.
Sihite berkilah, pengakuannya bahwa dokumen itu didapatkan dari Arifin dan Firli untuk membuat takut tim penyidik.
“Untuk membuat penyidik KPK menjadi takut dan tidak sporadis dalam melakukan penggeledahan serta tidak mengakses banyak dokumen yang tidak terkait perkara tunjangan kinerja (Tukin),” tutur Tumpak.