KOMPAS.com - Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Said Abdullah menilai bahwa laporan pengelolaan keuangan terbaru yang disampaikan pemerintah memiliki catatan yang baik.
Hal itu tergambar pada kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per April 2023 yang surplus Rp 234,7 triliun atau 1,12 persen PDB. Realisasi pendapatan negara telah mencapai Rp 1.000,5 triliun atau 40,6 persen dari target APBN 2023.
"Di tengah berita miring terkait berbagai kasus pajak oleh oknum pegawai pajak, kita patut apresiasi para pegawai pajak tetap setia dan bekerja keras," tutur Said melalui keterangan persnya, Rabu (24/5/2023).
Selain itu, menurutnya kepatuhan wajib pajak terhadap kasus pajak yang mencuat tidak menggoyahkan mereka untuk tetap membayar pajak.
"Kita wajib bangga terhadap kepatuhan para wajib pajak. Total SPT pada 2023 meningkat dari tahun lalu, yakni 13,11 juta menjadi 13,49 juta," tambahnya.
Baca juga: Said Abdullah Optimistis Pemilu 2024 Beri Insentif pada Sektor Riil
Karena kepatuhan itu pula, sebut Said, ditambah tumbuhnya perekonomian nasional, penerimaan pajak hingga April 2023 mencapai Rp 688,15 triliun atau 40,05 persen dari target.
Kemudian, PPh nonmigas telah mencapai Rp 410,92 triliun atau 47,04 persen dari target, PPh migas mencapai Rp 32,33 triliun atau 52,62 persen dari target, serta PPN dan PPnBM mencapai Rp 239,98 triliun atau 32,2 persen dari target.
Sektor PPB dan pajak lainnya harus memacu lebih baik, karena realisasinya sebesar 12,3 persen dari target atau setara Rp 4,92 triliun per April 2023. Pemerintah daerah (pemda) memiliki andil untuk aktif mendorong realisasi penerimaan PBB agar lebih baik.
Said menjelaskan, dampak ekonomi yang baik turut mendongkrak penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 217,8 triliun atau 49,3 persen.
Sebaliknya, sektor kepabeanan dan cukai harus bekerja lebih keras karena berjalan lambat. Saat ini, angkanya baru mencapai Rp 94,5 triliun atau 31,17 persen dari target.
Baca juga: PPP Usung Ganjar Pranowo Jadi Capres, Said Abdullah: Konkret, Tidak Basa-basi
"Belanja negara terkelola cukup sehat, meskipun kementerian/lembaga serta pemda harus lebih progresif lagi, agar memiliki daya ungkit perekonomian lebih besar. Realisasi belanja negara mencapai Rp 765,8 triliun, masih cukup rendah, karena masih 25 persen dari pagu," paparnya.
Ia melanjutkan, Indonesia perlu bersyukur bahwa realisasi pendapatan negara yang tumbuh 17 persen dibandingkan tahun lalu, mengingat berbagai harga komoditas ekspor mengalami penurunan.
"Batu bara, CPO, jagung, dan minyak bumi semuanya menunjukkan tren penurunan harga. Pada tahun lalu, pemerintah menerima windfall effect akibat melambungnya harga batu bara, minyak bumi, dan CPO," imbuh Said.
Sementara itu, ancaman dari sisi moneter terlihat mereda. Sebab, rupiah sedang menguat terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Hal ini terjadi karena Th eFed tidak lagi menerapkan kebijakan Hawkish untuk menurunkan inflasi di AS.
"Terlihat sejak Mei 2022 hingga Mei 2023, inflasi di AS cenderung turun sebagaimana yang mereka harapkan. Kini mereka dihadapkan persoalan baru, yakni ancaman gagal bayar surat utang pemerintah, serta rontoknya beberapa bank baru setelah Silicon Valley Bank (SVB)," jelasnya.
Baca juga: Berdayakan Ekonomi Umat Islam Lewat UMKM, Said Abdullah Salurkan Bantuan ke MUI Sumenep