JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, polusi udara membuat angka penyakit respirasi makin tinggi di Indonesia.
Polusi udara sendiri menyumbang sekitar 15-30 persen, dari empat faktor risiko penyakit paru yang ada.
"Ada 4 faktor risiko penyakit paru yang pertama adalah polusi udara, riwayat merokok, infeksi berulang, dan genetik, di mana polusi udara menyumbang 15-30 persen," kata Budi Gunadi dalam siaran pers, Rabu (5/4/2023).
Berdasarkan data Global Burden Diseases 2019 Diseases and Injuries Collaborators, terdapat lima penyakit respirasi penyebab kematian tertinggi di dunia, yakni penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia, kanker paru, tuberkulosis, dan asma.
Baca juga: Polusi Udara di TPST Bantargebang Ancam Kesehatan Anak dan Balita
Data tersebut menunjukkan, PPOK memiliki jumlah 209 kejadian dengan 3,2 juta kematian; pneumonia 6.300 kejadian dengan 2,6 juta kematian; kanker paru 29 kejadian dengan 1,8 juta kematian; tuberkulosis 109 kejadian dengan 1,2 juta kematian; dan asma 477 kejadian dengan 455 ribu kematian.
Sementara di Indonesia, ada 4 dari 10 penyakit dengan kasus terbanyak yang merupakan penyakit respirasi. Antara lain, PPOK 145 kejadian dengan 78.300 kematian; kanker paru 18 kejadian dengan 28.600 kematian; pneumonia 5.900 kejadian dengan 52.500 kematian; dan asma 504 kejadian dengan 27.600 kematian.
Oleh karena itu, Budi Gunadi mengatakan, pemerintah terus mendorong upaya promotif preventif mencegah masyarakat mengalami dampak dari polusi udara.
Menurutnya, upaya-upaya dilakukan dengan melibatkan lintas sektor.
"Karena ini permasalahan lingkungan dan kita ada di dalamnya dan ini harus diatasi bersama-sama," ujar Budi Gunadi.
Baca juga: Terima 6.011 Masukan Publik soal RUU Kesehatan, Menkes: 75 Persen Kita Tindaklanjuti
Tak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, penyakit respirasi juga memberikan tekanan pada anggaran BPJS, yang menanggung biaya pengobatan penyakit akibat polusi udara.
Faktor risiko polusi udara terhadap penyakit respirasi ini pun cukup tinggi. PPOK memiliki risiko 36,6 persen, pneumonia 32 persen, asma 27,95 persen, kanker paru 12,5 persen, dan tuberkulosis 12,2 persen.
Menurut data BPJS Kesehatan, selama periode 2018-2022, anggaran yang ditanggung untuk penyakit respirasi mencapai angka signifikan dan cenderung meningkat tiap tahun.
Pneumonia menelan biaya sebesar Rp 8,7 triliun, tuberkulosis Rp 5,2 triliun, PPOK Rp 1,8 triliun, asma Rp 1,4 triliun, dan kanker paru Rp 766 miliar.
Baca juga: Pro Kontra Penggunaan Mobil Listrik, Lebih Murah tapi Tak Sepenuhnya Atasi Polusi Udara
Tekanan itu bisa dicegah dengan melakukan upaya promotif dan preventif.
Dengan upaya promotif dan preventif, kata Budi, ada harapan anak-anak generasi selanjutnya dapat menghirup udara yang bersih.
"KIta berharap anak anak kita generasi masa depan tetap dapat menghirup udara segar dan sehat serta anak anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal,” ujar Budi Gunadi.
Sependapat dengan Menkes, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Agus Dwi Susanto menekankan pentingnya pencegahan dalam upaya mengatasi permasalahan polusi udara.
Pria yang juga menjabat sebagai Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini menekankan agar pemerintah dan masyarakat harus memahami kualitas udara yang baik untuk kesehatan paru yang lebih baik.
"Polusi udara terbukti menimbulkan masalah respirasi dan pernapasan. Upaya pencegahan dengan menurunkan polusi udara harus dilakukan semua pihak sehingga kasus respirasi dapat dikurangi," kata Agus.
Baca juga: Polusi Udara Pangkas Usia Harapan Hidup Orang Indonesia 1,2 Tahun
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.