Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Kepala Desa Kini

Kompas.com - 03/02/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA putra asli desa, tumbuh dan besar di desa. Segala nilai, pola interaksi, cara menjaga kohesi sosial, mekanisme penyelesaian masalah dan sebagainya, bukan sekadar terekam dalam memori, tetapi merasuk dalam sanubari saya. Semua itu tersimpan dalam hati dan jiwa saya sebagai panduan hidup.

Sejak kecil di desa, kepala desa (Kades) sudah menjadi figur utama dalam menjaga keharmonisan hidup kami di desa.

Masyarakat desa memandang dan memperlakukan Kades sebagai pengurai benang kusut, orang yang meringankan beban warga desa, pemandu jalan ke arah mana warga hendak mengayun langkah, pemutus perkara.

Singkatnya, Kades adalah pemimpin yang dipatuhi karena memang penuh kharisma.

Kades adalah tempat para warga mengadukan nasib dan masalah kesehariannya; mulai cekcok lantaran ada satu pihak yang membendung saluran irigasi, istri yang mengadukan suami lantaran mulai bermain mata dengan putri tetangga yang mulai mekar, jemuran tetangga yang tidak disusun rapi, ternak hilang, anak gadisnya dibawa lari oleh putra pujaan sang gadis, memohon petunjuk kapan sebaiknya menikahkan anak, dan seterusnya. Kades menyelesaikan semua itu secara adil, tanpa riak.

Karena itu, para Kades dihormati. Tidak digunjingkan. Tidak disertai dengan bisik berbisik di belakang punggung mereka.

Para Kades menjalankan tugas mereka dengan hati ikhlas, jiwa penyayang pada warga, berdedikasi tinggi untuk kemaslahatan para warga yang dipimpin. Ya, begitulah Kades di masa silam.

Kini, dalam usia saya berkepala enam, saya mendengar, menyaksikan dan mengalami sejumlah Kades di berbagai tempat, justru pembawa petaka. Kades malah yang menghimpit warganya dengan beban yang tak terperikan.

Kades kita di masa kini, surplus dengan akhlak culas, sesak dengan perilaku bathil, sarat dengan cara-cara Machiavelli yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang menguntungkan diri sendiri belaka.

Sikap heroik dan panutan akhlak mulia dari Kades, seolah kini sudah punah seiring dengan berjalannya waktu.

Bila Anda, misalnya, ingin melakukan investasi sekarang di daerah untuk perbaikan ekonomi bangsa, maka sebagian uang dan waktu Anda, akan habis hanya berhadapan dengan ulah Kades.

Bila Anda membeli tanah dengan harga Rp 20.000 per meter, maka Anda siap membayar Rp 25.000 karena Rp 5.000 adalah bagian dari Kades.

Ini rumus baku yang dipraktikkan sekarang. Anda siap menghabiskan waktu dua tahun hanya menanti dan menanti keputusan Kades.

Sudah jamak kita dengarkan, acapkali pembeli tanah di desa, harus membayar dua kali pajak bumi dan bangunan (PBB) karena tatkala membeli tanah dari masyarakat, pembayaran PBB bisa dilakukan melalui Kades.

Beberapa waktu setelah itu, pembeli kembali ditagih oleh pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) karena ternyata Kades tidak pernah menyetorkan uang PBB yang dibayar tadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com