JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Unit Kerja Koordinasi Penyakit Infeksi Tropik, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Anggraini Alam, Sp.A (K) menyebut telah terjadi lonjakan kasus konfirmasi campak hingga 32 kali lipat pada 2022 dibanding tahun 2021.
Ia menyebut, hal ini terjadi karena menurunnya vaksin campak, sebagai efek adanya pandemi Covid-19. Dalam beberapa kesempatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga menyatakan tingkat Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) pada anak merosot.
"Yang terkonfirmasi lab darahnya betul-betul campak, bayangkan dari tahun 2021 ke 2023 peningkatannya adalah lebih 30 kali lipat. Artinya memang bukan main," kata Anggraini Alam dalam konferensi pers secara daring, Kamis (19/1/2023).
Baca juga: 31 Provinsi Laporkan KLB Campak, Kenali Gejala dan Penanganannya
"Peningkatan lebih dari 30 kali lipat ini sangat mengejutkan," imbuh dia.
Sementara itu, kasus suspek campak dari minggu 1-52 tahun 2022 meningkat 8 kali lipat dibandingkan tahun 2021.
Kendati begitu kata Anggraini, campak bisa dihindari dengan imunisasi dengan cakupan yang cukup tinggi, yaitu 91-94 persen. Oleh karena itu, vaksinasi campak perlu diberikan sejak balita.
Cakupan imunisasi ini lebih tinggi dari imunisasi polio maupun rubella untuk mencapai herd immunity, yakni masing-masing 80-86 persen, dan 80-85 persen.
Baca juga: Apa Itu Campak yang Banyak Menyerang Anak-anak?
"Kalau stop vaksin (campak), kita (berpotensi) akan kena penyakit itu. Menurut Pak Tedros (Dirjen WHO), banyak penyakit menular yang bisa dicegah melalui vaksin. Kalau tidak diberikan, maka siap-siap KLB berbagai penyakit terjadi, termasuk campak," ucap dia.
Biasanya, kata dia, masa penularan campak terjadi sejak 4 hari sebelum timbul bercak kemerahan pada kulit (rash) sampai 4 hari setelah timbul rash. Puncak penularan terjadi saat gejala awal (prodromal), yaitu pada masa 1-3 hari pertama sakit.
Penularan terjadi melalui udara dan kontak dengan penderita. Sementara itu jika sudah terkena penyakit ini, biasanya penderita akan punya imunitas hingga seumur hidup (lifelong).
"Tapi kalau kita beri imunisasi cakupan tinggi, dia bisa dieliminasi. Sekalinya terkena memang akan memiliki daya tahan terhadap campak seumur-umur, tapi tidak ada yang kepengin kena campak," ucap dia.
Baca juga: Campak Vs Roseola, Serupa tapi Tak Sama Bahayanya
Sebelumnya diberitakan, Kasus campak kembali menjalar di Tanah Air. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saat ini sudah ada 53 KLB Campak di 34 kabupaten/kota.
KLB itu tersebar dari Pulau Sumatera hingga Provinsi Papua. Nadia menyatakan, wilayah bisa dinyatakan dan ditetapkan sebagai KLB bila memiliki minimal 5 kasus campak.
"Saat ini sudah ada 53 KLB campak di 34 kabupaten/kota di 12 provinsi, yang sudah menetapkan level kabupaten/kota atau provinsinya," kata Nadia saat dihubungi Kompas.com, Selasa (10/1/2023).
Kasus campak sendiri terjadi karena imunisasi saat pandemi menurun.
Baca juga: 5 Fakta Penting Campak, Orangtua Perlu Tahu
Untuk mengejar capaian vaksinasi, kata Nadia, pihaknya telah melaksanakan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Rangkaian BIAN ini sudah terlaksana agar Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) untuk anak terpenuhi.
Ke depan, Kemenkes bakal melakukan imunisasi kejar di wilayah-wilayah dengan kasus campak yang meningkat.
"Untuk vaksinasi, sudah ada kemarin BIAN yang merupakan (program) kejar imunisasi. (Kalau untuk) Daerah, (imunisasi) kejar campak segera," jelas Nadia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.