Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Sebut Politik Uang Masih Ada, Pengamat: Tak Ada Instrumen Audit Keuangan Parpol

Kompas.com - 19/12/2022, 18:51 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah sependapat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa politik uang masih ada hingga saat ini.

Menurutnya, politik uang lahir karena faktor sistem pengawasan yang tidak terbuka, baik pengawasan terhadap keuangan partai politik hingga praktik kepemiluan.

Di Indonesia, Dedi melihat faktor-faktor ini terus memperpanjang praktik politik uang.

"Politik uang lahir karena sistem pengawasan yang tidak terbuka, termasuk sistem kontestasi yang tidak disiapkan oleh penyelenggara," kata Dedi saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/12/2022).

Baca juga: Perludem: Potensi Politik Uang di Pemilu 2024 Terlihat

Selain itu, Dedi menyoroti faktor instrumen audit keuangan partai politik.

Menurutnya, instrumen audit keuangan partai politik itu justru tidak ada di Indonesia.

Padahal, seharusnya instrumen itu dikelola oleh negara atau penyelenggara negara.

Lebih lanjut, Dedi berpandangan bahwa politik uang kerap terjadi saat masa kampanye pemilu.

Kemudian, ia berpendapat, politik uang masih bisa dihilangkan meski kampanye pemilu tetap dilakukan.

"Misalnya, semua rangkaian kampanye hanya dilakukan oleh penyelenggara (Pemilu), tidak diperkenankan kandidat (partai politik) melakukannya sendiri," ujarnya.

Baca juga: Jokowi: Saya Sampaikan Apa Adanya, Politik Uang Masih Ada

Di sisi lain, penegakan hukum juga perlu dilaksanakan dengan tegas.

Ia menekankan, jika Indonesia ingin terbebas dari politik uang, sanksi tegas perlu diterapkan kepada siapa saja pihak yang melakukan.

"Sistem pemilihan langsung sudah benar, hanya tinggal bagaimana instrumen melakukan proses pemilihan termasuk di dalamnya siatem kampanye terbuka," kata Dedi.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa praktik politik uang dalam pemilu maupun pemilihan kepala daerah (pilkada) masih ada hingga saat ini.

Oleh karenanya, Presiden meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melibatkan masyarakat untuk mencegah politik uang.

Baca juga: Jokowi Sebut Politik Uang Masih Ada, ICW: Yang Buat Sulit Diberantas karena Politisi Itu Sendiri

"Kalau ada yang bilang enggak ada, saya tiap hari di lapangan. Saya pernah ikut pilkada, pemilihan wali kota dua kali, pemilihan gubernur dua kali karena dua ronde, pemilihan presiden dua kali. Jadi kalau ada yang membantah tidak ada (politik uang), saya akan sampaikan apa adanya, (masih) ada," ujar Jokowi saat memberikan sambutan dalam Rapat Konsolidasi Nasional Bawaslu untuk Pemilu 2024 yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (17/12/2022).

"Itu tugas Bawaslu. Aturannya sudah diperketat, tapi praktiknya tetap ada. Yang terkena sanksi juga sedikit. Ini nih ada gap. Libatkan masyarakat untuk memperkecil peluang terjadinya politik uang, karena jika dibiarkan berlama-lama, ini akan mengganggu demokrasi kita, demokrasi Indonesia," katanya lagi.

Presiden menegaskan, politik uang telah menjadi penyakit dalam setiap penyelenggaraan pemilu.

Partisipasi masyarakat untuk mencegah politik uang akan mempermudah tugas Bawaslu.

Baca juga: Bawaslu: Politik Uang Lewat E-wallet Akan Masuk Indeks Kerawanan Pemilu 2024

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com