Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Litbang “Kompas”: Mayoritas Responden Anggap Isu Nomor Urut Parpol Tak Mendesak Dibahas Perppu Pemilu

Kompas.com - 28/11/2022, 11:49 WIB
Tatang Guritno,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jajak pendapat Litbang Kompas menunjukan keterbelahan pendapat publik soal nomor urut partai politik (parpol) dalam Pemilu 2024.

Survei yang berlangsung 22-24 November 2022 itu mengungkapkan sebanyak 43,6 persen responden menilai nomor urut parpol tak mendesak dibahas dalam pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pemilu.

“Isu ini awalnya dilontarkan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri beberapa waktu lalu soal perlunya nomor urut partai tetap menggunakan yang lama,” ujar peneliti Litbang Kompas Yohan Wahyu dikutip dari Kompas.id, Senin (28/11/2022).

“Usulan ini lebih mempertimbangkan kemudahan sosialisasi dan tentu lebih hemat dari sisi anggaran untuk belanja alat peraga kampanye,” ungkap dia.

Baca juga: Litbang “Kompas”: Mayoritas Publik Khawatir Perppu Pemilu Dipakai untuk Untungkan Parpol Parlemen

Kemudian, ada 42,5 persen responden yang merasa bahwa nomor urut parpol mendesak untuk dibahas, dan 13,9 persen responden yang tak memberikan jawaban.

Namun, mayoritas responden merasa bahwa nomor urut parpol peserta pemilu lama yang tidak berubah merupakan perlakuan tidak adil.

Sikap itu dinyatakan oleh 60,8 persen responden, sedangkan 33,3 persen responden menilai wacana itu sah saja direalisasikan.

Sementara 5,9 persen responden merasa tidak tahu atau tidak menjawab.

Yohan menyampaikan publik merasa wacana itu tak adil karena parpol peserta pemilu yang baru memiliki tantangan yang lebih berat ketimbang parpol peserta pemilu lama.

Parpol baru harus berjuang lebih berat untuk bisa lolos menjadi peserta pesta demokrasi 2024 nanti.

“Jika ketentuan nomor urut ini disahkan di perppu, akan menambah deretan perlakuan berbeda bagi parpol baru,” tandasnya.

Baca juga: Partai Buruh Heran Aturan Nomor Urut Parpol Masuk Perppu Pemilu, Dinilai Tak Mendesak

Diketahui survei dilakukan melalui wawancara menggunakan sambungan telepon pada 508 responden di 34 provinsi.

Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di masing-masing provinsi.

Metode ini membuat survei memiliki tingkat kepercayaan publik 95 persen, dan margin of error 4,35 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com