Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Bentuk Tim Independen Usut Kerusuhan Kanjuruhan

Kompas.com - 02/10/2022, 14:27 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mendorong pemerintah membentuk tim independen pencari fakta terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menewaskan seratusan orang.

Huda menegaskan, tim independen itu dibentuk guna mengusut tuntas faktor-faktor yang menyebabkan kerusuhan Kanjuruhan.

"Tragedi di Stadion Kanjuruhan ini merupakan salah satu peristiwa terburuk dalam sejarah sepakbola dunia. Pemerintah harus tegas menghentikan semua kompetisi sepakbola dan membentuk tim independen untuk mengusut tuntas kasus tersebut,” ujar Huda dalam keterangan tertulis, Minggu (2/10/2022).

Huda mengatakan, hasil temuan tim independen ini bisa menjadi rekomendasi terkait langkah yang harus dilakukan pemerintah dalam membenahi manajemen kompetisi sepakbola di Indonesia.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: PSSI Langsung Dimintai Laporan oleh FIFA

Selain itu, tim independen ini juga bisa mencari tahu secara obyektif siapa saja pihak-pihak yang harus bertanggungjawab atas peristiwa memilukan tersebut.

"Harus ada yang bertanggungjawab atas peristiwa ini. Jangan sampai peristiwa ini berlalu begitu saja dengan dalih adanya tindakan anarkis dari suporter," terang dia.

Huda juga meminta agar Presiden Joko Widodo langsung turun tangan memastikan proses investagasi tragedi ini.

Menurutnya penanganan dan respons peristiwa tersebut akan menjadi pesan kepada dunia bahwa Indonesia serius membenahi pengelolaan sepakbola di Tanah Air.

"Peristiwa ini pasti menjadi sorotan dunia, karena Tragedi Kanjuruhan ini lebih buruk dari Tragedi Hillsborough, Inggris dan Tragedi Hesysel, Belgia," jelas dia.

Huda sekaligus mempertanyakan penggunaan gas air mata dalam upaya pengendalian suporter anarkis dalam laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya tersebut.

Ia menjelaskan, berdasarkan pedoman 'FIFA Stadium Safety and Security Regulation' Pasal 19 poin B, disebutkan tidak boleh sama sekali penggunaan senjata api dan gas air mata untuk pengendalian massa.

"Tapi kenapa ini masih digunakan dalam SOP pengamanan suporter di Indonesia," kata dia.

Selain itu, Huda mengatakan tragedi kelam ini hanyalah puncak dari rentetan kejadian jatuhnya korban dalam kompetisi sepakbola di Indonesia.

Baca juga: Kapolri Bertolak ke Malang Tinjau Lokasi Kerusuhan Kanjuruhan

Sebelum kerusuhan Kanjuruhan, kompetisi sepakbola di Indonesia telah memakan korban nyawa, baik di dalam maupun di luar stadion.

Huda juga mengatakan, pihaknya selama ini sudah berulang kali mengingatkan tidak ada sepakbola yang seharga nyawa manusia.

"Di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, lalu di Yogyakarta. Tetapi respons pemerintah biasa saja. Tidak ada pembenahan serius dalam pengendalian suporter maupun keamanan di dalam dan luar stadion," tegas dia.

Sebelumnya, laga derbi Jawa Timur antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan berakhir rusuh.

Dilaporkan, 129 orang tewas dalam tragedi di Kanjuruhan. Dua korban di antaranya merupakan anggota Polri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com