Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perokok Anak Meningkat, Revisi PP 109 Tahun 2012 Dinilai Perlu Dilakukan

Kompas.com - 19/08/2022, 13:22 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari menilai ada urgensi dalam merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Hal itu dikarenakan, PP tersebut tidak mampu melindungi anak-anak dari bahaya merokok.

Baca juga: Pemerintah Dinilai Perlu Tolak Intervensi Asing soal Kebijakan Industri Rokok

Revisi PP pun diperlukan untuk menurunkan prevalensi perokok anak dari 9,4 persen menjadi 8,7 persen sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

"Di Indonesia kalau kita bicarakan pengendalian tembakau itu peraturan yang ada cuma PP Nomor 109 tahun 2012. Sementara dengan peraturan yang seperti ini, jumlah perokok kita meningkat terus," kata Lisda saat melakukan media visit Kompas, Kamis (18/8/2022).

Lisda menuturkan, sejatinya PP tersebut sudah memiliki tujuan yang bagus, yakni melindungi kesehatan perseorangan, keluarga, dan masyarakat, serta melindungi penduduk usia produktif, anak, remaja, dan perempuan hamil.

Akan tetapi, menurut dia, PP yang sudah berusia sekitar 10 tahun tersebut tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, ada urgensi untuk merevisi PP.

"Tujuannya cakep banget PP ini. Tapi tahun 2013-2021 tujuan ini sulit tercapai, nyatanya perokok anak terus meningkat sehingga kami menyimpulkan tidak mampu mengakomodir perkembangan zaman," tutur Lisda.

Baca juga: Bahaya Merokok dalam Rumah, Ini Cara Wujudkan Tempat Tinggal Bebas Asap Rokok

Dia menyebut, revisi PP perlu dilakukan lantaran beleid itu tidak bisa melindungi anak-anak, karena iklan rokok masih boleh, keterpaparan iklan di internet meningkat, anak-anak mudah mengakses rokok, tidak adanya pengaturan rokok elektrik saat sudah kena cukai 57 persen, dan peringatan kesehatan bergambar masih minimalis.

Adapun beberapa substansi yang perlu masuk dalam revisi PP Nomor 109/2012, meliputi pembesaran peringatan kesehatan bergambar; larangan iklan, promosi, dan sponsorship; memasukkan pengaturan rokok elektrik, pelarangan penjualan rokok batangan, dan peningkatan fungsi pengawasan pengendalian konsumsi tembakau.

Baca juga: Rokok Elektrik Mengandung Logam Berat, Bisa Dikategorikan Sampah B3

"Jadi makanya sebenarnya kalau saya bicara soal RPJMN prosesnya revisi PP itu adalah salah satu strategi yang dilakukan untuk mencapai target RPJMN tadi, salah satunya dengan merevisi PP," jelas dia.

Maju mundur

Hingga kini kata Lisda, revisi PP 109/2012 terkesan maju mundur. Pada tahun 2028-2019, revisi PP ini sudah pernah dibahas sebanyak 8 kali antar kementerian.

Di tahun yang sama, prevalensi perokok anak naik menjadi 9,1 persen. Dengan demikian, target menurunkan prevalensi perokok anak menjadi 5,4 persen dalam RPJMN 2015-2019 menjadi gagal.

Baca juga: 5 Penyebab Penyakit Bronkitis, Bisa dari Infeksi Kuman sampai Rokok

Kemudian pada tahun 2021, Kemenkes mengajukan izin prakarsa ke presiden untuk merevisi beleid. Sayangnya Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) mengembalikan lagi ke Kemenkes untuk dilengkapi.

Di tahun ini, Kemenkes kembali menyiapkan naskah akademik dan uji publik terkait revisi PP. Berdasar rencana, kementerian tersebut bakal mengajukan izin prakarsa lagi kepada Presiden.

"Jadi ada sebuah momentum yang kita khawatir akan lepas lagi. Apakah kita bisa menjadikan momentum juga untuk mengawal ini karena kita enggak ingin terulang lagi, didrop lagi hanya karena dikembalikan untuk dibahas kembali," jelas Lisda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com