JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari menilai, pemerintah perlu merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Menurut Lisda, beleid tersebut mesti direvisi karena ketentuan di dalamnya sudah tidak mengakomodasi perkembangan zaman sehingga gagal melindungi anak dari bahaya merokok akibat.
"PP 109 tidak bisa lagi mengakomodasi perkembangan zaman sehingga dia juga tidak bisa lagi melindungi anak-anak. Karena itu, kami menyebutnya payung yang bocor, payung yang berlubang, ada tapi tidak melindungi," kata Lisda dalam acara konferensi pers peringatan Hari Anak Nasional yang digelar Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Selasa (26/7/2022).
Baca juga: Tempat Pembuangan Sampah di Bekasi Terbakar, Diduga akibat Puntung Rokok Dibuang Sembarangan
Lisda menuturkan, PP tersebut memiliki tujuan yang 'mulia' yakni melindungi kesehatan persorangan, keluarga, dan masyarakat dan melindungi penduduk usia produktif, anak, remaja, dan perempuan hamil.
Lalu, meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok.
Namun, menurut Lisda, ketentuan di PP yang sudah berusia 10 tahun tersebut tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Ia mencontohkan, saat ini anak-anak sudah sangat mudah mengonsumsi rokok elektronik, begitu pula dengan banyaknya iklan rokok di ruang digital yang sulit ditangani.
"Kenapa tujuan itu tidak tercapai, buktinya (jumlah) perokok anak kita terus meningkat. Ada sesuatu yang gap dari tujuan niat semula dengan implementasi, bagi saya bukan impelementasi saja, tapi juga pasal-pasal terkait yang seharusnya mampu melindungi itu tidak tercantum," kata Lisda.
Menurut Lisda, ada sejumlah aturan yang mesti masuk dalam revisi PP 109/2012 yakni pembesaran peringatan kesehatan bergambar; larangan iklan, promosi, dan sponsoship; pengaturan rokok elektrik.
Baca juga: Kementerian PPPA: Bocah yang Disundut Rokok di Serpong Alami Luka Fisik dan Psikis
Kemudian, peningkatan fungsi pengawasan pengendalian konsumsi tembakau, serta pelarangan penjualan rokok batangan.
Secara khusus, Lisda menyoroti pentingnya larangan iklan, promosi, dan sponsorship produksi rokok yang sudah diperjuangkan oleh banyak pihak selama bertahun-tahun.
"Di ASEAN kita tinggal satu-satunya negara yang belum melakukan itu, sementara daerah-daerah ada 16 kota/kabupaten yang kami observasi mereka sudah berani melarang iklan rokok, sebenarnya tinggal nunggu dari atasnya," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.