Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Catat 50 Tindak Kekerasan yang Dilakukan Aparat dalam Setahun

Kompas.com - 27/06/2022, 11:27 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aparat negara jadi aktor utama penyiksaan terhadap warga negara dalam setahun terakhir.

Catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), terjadi 50 tindak penyiksaan yang dilakukan oleh aparat Polri, TNI, dan sipir selama periode Juni 2021-Mei 2022.

"Kasus penyiksaan tersebut telah menimbulkan sebanyak 144 korban dengan rincian 126 korban luka-luka dan 18 tewas," ujar Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam keterangan pers berkaitan dengan Hari Antipenyiksaan Internasional, Minggu (26/6/2022).

Baca juga: Kronologi Seorang Pria Dibacok Aparat Desa, Berawal Korban Dituding Pelaku Lempar Rumahnya

Kepolisian menjadi institusi dengan laporan jumlah penyiksaan tertinggi, yakni 31 kasus. Dari jumlah itu, 13 korban meninggal dunia dan 85 orang luka-luka akibat mengalami penyiksaan saat ditahan.

Fatia mengatakan, data tersebut diperoleh dari hasil pemantauan yang dihimpun melalui kanal media informasi, advokasi, serta jaringan-jaringan KontraS di daerah terkait dengan peristiwa penyiksaan, perlakuan penghukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.

"Kepolisian, TNI, sipir masih menormalisasi tindakan penyiksaan dan tidak mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan maupun aturan internal institusi," ujar dia.

"Sehingga, kami menilai bahwa Negara merupakan aktor utama dibalik berlanjutnya praktik penyiksaan yang terjadi di Indonesia," tambah Fatia.

Baca juga: Anggota KKB yang Menyamar dan Hendak Tembak Aparat Tewas dalam Kontak Senjata

Normalisasi atas tindak penyiksaan ini membuatnya jadi pola yang cenderung berulang.

KontraS mendesak para institusi di atas supaya mengevaluasi diri secara menyeluruh, bahkan melibatkan pengawasan eksternal dari lembaga independen.

"Institusi terkait seperti Polri, TNI dan Lembaga Pemasyarakatan juga harus memastikan anggotanya yang terlibat kasus penyiksaan harus diadili sesuai dengan hukum yang berlaku dan mekanisme hukum yang transparan serta dapat diakses oleh publik," jelas Fatia.

Hal senada juga sebelumnya disampaikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang menganggap bahwa data korban penyiksaan di Indonesia kemungkinan jauh lebih besar ketimbang yang tercatat.

Baca juga: Hukuman yang Belum Buat Kapok Koruptor dan Kritik soal Kepekaan Aparat

LPSK mencatat, sedikitnya terjadi 13 kasus penyiksaan yang masuk ke LPSK pada 2020, 28 kasus pada 2021, dan 13 kasus hanya dalam kurun Januari-Mei 2022.

"Tahapan penyiskaan yang kami analisis, yang masuk ke LPSK, itu memang yang tertinggi pada tahap penangkapan. Kedua, ketika ada penyelidikan. Ketiga, justru di luar proses hukum, ini juga mengejutkan kita. Baru, keempat, dalam masa tahanan," jelas Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution, Jumat (24/6/2022).

"Siapa aktornya? Aktor/pelaku dari penyiksaan itu pertama memang pejabat atau penyelenggara negara. Kita punya data beberapa terkait itu. Kedua, aparatur. Ketiga, pejabat publik," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com