Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Isyaratkan APBN Tak Selamanya Mampu Menahan Besarnya Subsidi BBM dan Listrik

Kompas.com - 23/06/2022, 06:39 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, harga jual beberapa jenis bahan bakar minyak (BBM) yang saat ini masih rendah, bukan merupakan harga sebenarnya.

Dia menerangkan, harga BBM yang rendah karena bantuan subsidi dari pemerintah.

Baca juga: Serba-serbi Jokowi ke IKN: Klaim Serius soal Lingkungan hingga Pembangunan Dimulai

 

Jokowi mengingatkan, tidak selamanya kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan fiskal negara mampu menahan beban subsidi tersebut.

"Kita bandingkan harga BBM di Indonesia dan harga BBM di luar negara kita. Di Singapura harga sudah Rp 31.000. Di Jerman harga sudah Rp 31.000. Di Thailand harga sudah Rp20.000. Di Amerika Rp 17.000. Kita masih Rp 7.650. Dari mana harga ketemu ini? Ya tadi disubsidi," ujar Jokowi saat menyampaikan sambutan pada pembukaan Kongres XXXII & MPA XXXI PMKRI 2022 yang ditayangkan secara daring lewat YouTube PMKRI TV, Rabu (22/6/2022).

"Tapi sampai kapan kita tahan? APBN kita, fiskal kita kuat menahan ini? Ya kan kita kita akan bekerja keras untuk menggeser anggaran-anggaran yang memang harus dimasukkan ke sini," lanjutnya.

Jokowi mengungkapkan, pada 2022 ini diperkirakan besaran subsidi yang diberikan untuk menahan harga BBM, gas dan tarif listrik meningkat dibanding sebelumnya. Yakni, dari Rp 152 triliun menjadi Rp 502 triliun.

"Tahun ini diperkirakan kita akan mengeluarkan subsidi, karena tidak menaikkan BBM, gas dan listrik yang di bawah 3.000 (VA)," ungkap Jokowi.

"Kita harus menyubsidi ke sana dari Rp 152 triliun melompat kepada Rp 502 triliun. Ini besar sekali," tegasnya.

Baca juga: Jokowi: Kita Belum Sembuh dari Pandemi, Covid-19 Masih Ada

Sehari sebelumnya, Jokowi juga menyinggung besarnya subsidi yang diberikan negara agar harga jual bahan bakar minyak (BBM) bensin tetap murah untuk masyarakat.

Dia pun menyampaikan perhitungan bahwa besar total subsidi yang diberikan negara tersebut bisa digunakan untuk biaya pembangunan ibu kota.

Kepala negara juga memberi perbandingan harga bensin di sejumlah negara yang sudah tinggi.

Naiknya harga bensin di sejumlah negara ini dipengaruhi harga jual minyak mentah dunia yang juga naik.

"Di Singapura bensin sudah Rp 31.000, Jerman sudah Rp 31.000, di Thailand sudah Rp 20.000. Kita masih Rp 7.650 tapi ini yang harus kita ingat, subsidi kita ke sini bukan besar, (tapi) besar sekali. Bisa buat bangun ibu kota satu. Karena angkanya sudah Rp 502 triliun," tegasnya.

Baca juga: Presiden Jokowi Harap IKN Jadi Magnet untuk Talenta Digital

Jokowi menekankan, kondisi seperti ini harus dipahami semua pihak.

Sebab, belum bisa dipastikan sampai kapan negara bisa bertahan dengan subsidi sebesar itu.

"Kalau kita enggak ngerti angka-angka, kita enggak merasakan betapa besarnya persoalan saat ini. Membangun ibu kota itu (IKN) Rp 466 triliun. (Sementara anggaran) ini untuk subsidi," ungkap presiden.

Baca juga: Ketua DPR Minta Presiden Setelah Jokowi Lanjutkan Pembangunan IKN

Tetapi, Jokowi mengakui pemberian subsidi masih dilakukan dengan pertimbangan sosial dan politik.

Menurutnya, akan ada protes jika pemerintah tidak memberikan subsidi pada BBM dan listrik

"Tapi ini enggak mungkin tidak disubsidi sebab akan ramai. Hitungan sosial politiknya juga kita kalkulasi," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com