JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah salah satu partai politik di Indonesia. Partai itu didirikan pada 10 Januari 1999 di Lenteng Agung Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Sejak berdiri, PDI-P dipimpin oleh Dyah Permata Megawati Soekarnoputri. Perempuan yang lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947, itu merupakan putri sulung Presiden pertama sekaligus Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Soekarno, dan Fatmawati.
Dia memulai pendidikannya dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini, Jakarta. Ia juga pernah belajar di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967), dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972).
Keputusan Mega terjun ke kancah politik sebenarnya dianggap mengingkari kesepakatan keluarganya. Karena trauma akibat politik setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 hingga berujung pencopotan yang dilakukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) terhadap Soekarno dari jabatan presiden seumur hidup, putra-putri Soekarno pernah bersepakat untuk tidak terjun ke bidang politik.
Sebelum bergabung ke partai, Megawati beserta suami keduanya, mendiang Taufik Kiemas, menjadi pengelola SPBU di Jakarta.
Baca juga: Sekjen Tegaskan Tak Ada Pembahasan Politik Saat Silaturahmi Prabowo dan Megawati
Megawati mengawali sepak terjang di partai politik bermula dari pertemuannya dengan Sabam Sirait sekitar 1980-an.
Awalnya Mega menolak untuk bergabung ke partai, tetapi Sabam kemudian membujuk Megawati melalui suaminya. Akhirnya pada 1987, Megawati dan adiknya Guruh Soekarnoputra, masuk dalam daftar calon anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Kala itu, Mega dianggap sebagai pendatang baru di kancah politik. Namun, ia lantas tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI.
Taktik itu berhasil mendongkrak perolehan suara untuk PDI. Megawati lantas terpilih menjadi anggota DPR/MPR.
Baca juga: Puan Bagikan Resep Rendang Ayam ala Megawati
Pada 1993, Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI melalui Kongres di Surabaya.
Sejak dibentuk pada 10 Januari 1973, PDI kerap mengalami konflik internal. Persoalan semakin meruncing ketika pemerintahan Orde Baru ikut campur.
Perseteruan di dalam tubuh PDI memanas ketika Megawati Soekarnoputri dicalonkan sebagai Ketua Umum dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PDI yang digelar di Asrama Haji Sukolilo pada 2-6 Desember 1993.
Pemerintahan Orde Baru kemudian menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati. Akan tetapi, para anggota PDI yang hadir saat itu tidak menghiraukan larangan pemerintah dan menetapkan Megawati sebagai Ketum DPP PDI periode 1993-1998 secara de facto.
Baca juga: BRIN: Megawati Minta Rencana Pembentukan 3 Provinsi Baru di Papua Dikaji
Kemudian dalam Musyawarah Nasional (Munas) PDI yang digelar pada 22-23 Desember 1993 di Jakarta mengukuhkan Megawati sebagai Ketum DPP PDI secara de jure. Akan tetapi, suara internal PDI tidak bulat untuk mendukung Megawati.
Gejolak di dalam tubuh berlambang kepala banteng di dalam bidang persegi lima berwarna merah memuncak pada 20 Juni 1996. Saat itu para pendukung Megawati bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres yang di Asrama Haji Medan, Sumatera Utara. Kongres itu berlangsung pada 22-23 Juni 1996.