Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Hukuman Mati

Kompas.com - 30/04/2022, 22:30 WIB
Issha Harruma,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Hukuman mati merupakan salah satu pidana tertua di dunia. Namun, memasuki abad ke-20, banyak negara yang memutuskan untuk menghapuskan pidana tersebut sebagai hukuman.

Indonesia menjadi salah satu negara yang masih mempertahankan hukuman ini. Namun, pelaksanaan hukuman mati telah menuai pro dan kontra sejak lama.

Aturan tentang hukuman mati

Di Indonesia, hukuman mati merupakan salah satu pidana pokok yang bersifat khusus dan alternatif. Hukuman mati dilakukan dengan cara menembak mati sesuai UU Nomor 2/PNPS/1964.

Kejahatan yang dapat dihukum mati menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu:

  • Makar membunuh kepala negara: Pasal 104 KUHP;
  • Mengajak negara asing untuk menyerang Indonesia: Pasal 111 ayat 2 KUHP;
  • Memberikan pertolongan kepada musuh pada saat Indonesia dalam keadaan perang: Pasal 124 ayat 3 KUHP;
  • Membunuh kepala negara sahabat: Pasal 140 ayat 3 KUHP;
  • Pembunuhan berencana: Pasal 340 KUHP;
  • Pencurian dan kekerasan oleh dua orang atau lebih dan mengakibatkan seseorang mengalami luka berat atau mati: Pasal 365 ayat 4 KUHP;
  • Menganjurkan pemberontakan atau huru hara para buruh terhadap peusahaan pertahanan negara waktu perang: Pasal 124 bis;
  • Menipu dalam menyerahkan barang keperluan angkatan perang saat perang: Pasal 127 dan Pasal 129;
  • Pemerasan dengan kekerasan: Pasal 368 Ayat 2;
  • Pembajakan di laut, tepi laut, pantai, sungai yang menyebabkan ada orang yang mati: Pasal 444.

Selain itu, beberapa pasal dalam UU Korupsi, UU Terorisme, UU Narkotika, UU Psikotropika, dan UU Pengadilan HAM juga mengatur pidana mati.

Baca juga: Herry Wirawan Dihukum Mati, Cak Imin: Efek Jera agar Tak Ada Lagi Predator Seksual

Pro Kontra Hukuman Mati

Pandangan masyarakat yang tidak setuju

Masyarakat yang kontra dengan hukuman mati menganggap bahwa pidana tersebut tidak manusiawi dan bertentangan dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, seperti yang ada dalam Pancasila.

Kontroversi mengenai hukuman mati salah satunya muncul karena amandemen kedua Pasal 28A dan 28I Ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak untuk hidup dan berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Hak ini adalah hak asasi manusia (HAM) yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun, termasuk negara.

Selain itu, hukuman mati dinilai tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan, yakni untuk menghalangi orang dari perbuatan kejahatan, dan bukan balas dendam.

Hukuman mati dianggap tidak bisa menghilangkan kejahatan di masyarakat dan menciptakan masyarakat yang bahagia.

Faktor penentunya bukanlah berapa banyak kejahatan turun dengan adanya hukuman mati, tetapi bagaimana keadilan tetap ada dan dirasakan para korban kejahatan.

Baca juga: Banding Ditolak, Kurir 52 Kg Sabu di Medan Tetap Dihukum Mati

Pandangan masyarakat yang setuju

Masyarakat yang setuju dengan hukuman mati menganggap bahwa pidana ini pantas dijatuhkan kepada penjahat yang sadis karena jika tidak dilakukan dikhawatirkan aksinya akan berulang.

Hukuman ini dinilai sesuai dengan tujuan hukum pidana pada umumnya, yaitu mencegah terjadinya kejahatan dan melindungi kepentingan perorangan. Pidana mati dianggap dapat menimbulkan efek jera bagi masyarakat.

Hukuman mati menjadi pengecualian terhadap hak untuk hidup yang masih diakui di banyak negara. Hukuman ini menjadi sanksi paling berat bagi pelaku kejahatan yang secara berat melanggar hak asasi manusia orang lain.

Sesuai dengan Pasal 28j UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati HAM orang lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com