Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Minyak Goreng Dianggap Jadi Momen untuk Pemerintah Perpanjang Moratorium Sawit

Kompas.com - 22/04/2022, 15:12 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Moratorium kelapa sawit yang sempat diberlakukan pemerintah Indonesia pada 2018-2021 dianggap perlu diperpanjang.

Langka dan mahalnya minyak goreng, serta kasus korupsi yang menjerat 3 korporasi raksasa sawit baru-baru ini, dinilai menjadi bukti bahwa moratorium selama 3 tahun Itu belum berhasil memperbaiki tata kelola industri sawit secara menyeluruh.

"Menurut saya, bisnis ini jangan dilihat hanya sepotong saja soal minyak goreng. Kalau mau diperbaiki, ya dari hulu ke hilir. Tata kelolanya itu berawal dari, katakanlah, kebun sawit ke minyak goreng sebagai produk akhirnya," ujar Deputi Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo, kepada wartawan di Kementerian Perdagangan pada Jumat (22/4/2022).

Baca juga: Jika Abaikan Somasi Organisasi Sipil tentang Minyak Goreng, Jokowi dkk Bakal Digugat ke PTUN

Dengan melihat industri sawit dari kacamata yang lebih luas, maka masalah langka dan mahalnya minyak goreng saat ini tak terlepas dari karut-marut di hulunya.

Industri sawit saat ini terkonsentrasi ke korporasi-korporasi raksasa yang menguasai lebih dari 50 persen kebun-kebun sawit di Tanah Air.

"Ketika sudah ada konglomerasi penguasaan lahan yang besar, maka sampai hilirnya pun akan dilakukan konglomerasi. Buktinya apa, ketika pemerintah melepas harga ke pasar, langsung membanjir minyak gorengnya," ujar Rambo.

Salah satu pangkal masalah konglomerasi ini, menurut Rambo, adalah tidak dibatasinya luas maksimum kepemilikan kebun untuk perusahaan-perusahaan berstatus go public.

Baca juga: Deretan Orang Terkaya RI yang Berbisnis Kelapa Sawit

Ketentuan itu termuat dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007, tepatnya Pasal 12 ayat (2).

"Review perizinannya yang menurut kami tidak berjalan dengan baik," ujar Rambo.

Senada, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) juga menyoroti kemudahan izin bagi korporasi sawit yang semakin longgar.

“Luasan sawit kita itu melejit jauh, 1980 kita hanya punya 200.000 hektar sawit, lalu pada 2009 7,2 juta hektar, dan sekarang sawit di Indonesia seluas 14,9 juta hektar," kata manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional WALHI Uli Siagian dalam keterangannya, Jumat.

Baca juga: Jeritan Masyarakat Adat Dayak Agabak Ketika 5 Desanya Terancam Hilang akibat Dicaplok Perusahaan Kelapa Sawit

Luasan ini diprediksi masih akan terus melesat karena Indonesia telah memiliki Undang-undang Cipta Kerja yang, meski saat ini dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi, dibuat dengan semangat mempermudah perizinan.

Uli menjelaskan, bukan hanya kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat akibat buruknya tata kelola industri sawit Indonesia.

Berbagai kebakaran hutan dan lahan, konflik agraria, pelanggaran HAM, perampasan tanah, serta banjir dan longsor juga tak dapat dipisahkan dari hal tersebut.

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, 80 persen dari konflik perkebunan seluas 276 juta hektar pada 2021 terjadi di perkebunan sawit.

Baca juga: Industri Kelapa Sawit Kerap Pekerjakan Anak Bawah Umur, Menaker Akui Sulit Mengawasinya

“Melihat persoalan-persolan yang dihasilkan industri sawit hari ini, sudah seharusnya pengurus negara mengambil tindakan untuk mengevaluasi seluruh perizinan sawit di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang selama ini berkonflik dengan rakyat, tanahnya harus kembali kepada rakyat. perusahaan yang terbukti melanggar aturan hukum harus dicabut dan ditagih tanggungjawab pemulihannya,” ungkap Uli.

"Sekarang, seharusnya tidak boleh ada lagi izin perkebunan sawit baru. Moratorium izin sawit harus diperpanjang untuk memproteksi wilayah-wilayah Kelola rakyat yang ada, serta memproteksi hutan-hutan Indonesia," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com