Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IDI: Siapa yang Verifikasi Dokter jika Rekomendasi Organisasi Profesi untuk Izin Praktik Dicabut?

Kompas.com - 01/04/2022, 20:37 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Beni Satria, tak mempermasalahkan jika pemerintah melakukan revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, khususnya Pasal 38 terkait rekomendasi organisasi profesi sebagai syarat surat izin praktik (SIP).

Namun, Beni kemudian menanyakan siapa pihak yang dapat memverifikasi seorang dokter baik atau tidak dalam melayani masyarakat.

"Silakan pemerintah mau menghapus (rekomendasi organisasi profesi) karena kewenangan pemerintah merevisi atau mencabut UU, tapi saya sampaikan dengan menghapus rekomendasi ini, siapa nanti yang akan memverifikasi (dokter itu baik). Silakan kecuali pemerintah punya badan itu," kata Beni dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (1/4/2022).

Baca juga: Tanggapan IDI soal Komitmen Menkes Mediasi dengan Terawan

Beni mengatakan, IDI tidak hanya bertugas memberikan rekomendasi izin praktik kepada dokter, tetapi juga memberikan pembinaan etik. Ia mengatakan, jika rekomendasi organisasi profesi tersebut dihapus, siapa yang akan bertanggung jawab bila dokter yang berada di tengah masyarakat tidak memiliki kaidah etik yang baik.

"Kalau IDI, tentu bertanggung jawab kalau dokter yang melayani masyarakat melanggar etik, pembinaan etik akan dilakukan," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, mengusulkan agar izin praktik dokter sebaiknya menjadi domain negara, bukan IDI. Yasonna mengatakan, usulan itu dia sampaikan tak lepas dari keputusan IDI memberhentikan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI.

"Pascakeputusan IDI itu, saya kira perlulah izin praktik itu menjadi domain negara saja ketimbang dikasih kepada satu organisasi profesi," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.

Yasonna berpendapat, IDI sebagai organisasi profesi dokter semestinya fokus pada penguatan dan perbaikan kualitas dokter Indonesia.

Dia lalu menyoroti banyaknya warga Indonesia yang memilih berobat ke Singapura atau Malaysia ketimbang di Indonesia. Dampaknya, banyak devisa yang malah masuk ke negara tetangga itu.

"Di Sumatera Utara misalnya, orang mengapa lebih senang berobat ke Penang. Kalau di Sumatera Utara ke Penang, kalau dari Riau ke Malaka, triliun (rupiah) habis. Kalau orang Jakarta masuk ke Singapura, ya kan?" ujar dia.

Menurut Yasonna, dokter-dokter yang berpraktik di negeri jiran tersebut sebetulnya banyak yang menempuh pendidikan sarjana di Indonesia lalu melanjutkan pendidikan di luar negeri.

Ia menilai, hal itu disebabkan perizinan praktik dokter di Malaysia dan Singapura lebih mudah didapat dibandingkan di Indonesia.

"Seharusnya IDI lebih melihat soal-soal yang begitu sehingga SDM (sumber daya manusia) anak-anak Indonesia yang sekolah di luar itu bisa lebih cepat bisa dikaryakan, tidak terjadi penghalangan dalam persaingan profesi," kata politikus PDI-P tersebut.

Yasonna menyatakan akan mempertimbangkan revisi Undang-Undang Praktik Kedokteran maupun Undang-Undang Pendidikan Kedokteran untuk mewujudkan hal itu.

"Anyway, nanti kita lihat lebih mendalam ya soal itu," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Nasional
Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com