JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka teroris di Kabupaten Sukoharjo, SU ditembak mati Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88). Pria yang berprofesi sebagai seorang dokter umum itu memiliki praktik pengobatan gratis, namun dikenal sebagai pribadi tertutup.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sukoharjo, dr Arif Budi Satria mengatakan SU terdaftar menjadi anggota IDI sejak lulus pendidikan dari Universitas Sebelas Maret Solo (UNS) pada 1985.
Dokter SU pun disebut sering melakukan kegiatan sosial dan memberikan pengobatan gratis kepada pasien. Menurut Arif, selama ini Dokter SU berpraktik di dua tempat.
Praktik pertama Dokter ada di rumahnya di Desa Gayam, Kecamatan Sukoharjo. Kemudian tempat praktik kedua ada di Pondok Pesantren Ulul Albab.
"Beliau berpraktik untuk sosial, banyak yang digratiskan oleh beliau. Kalau itu (pengobatan gratis) kegiatan sosial masing-masing pribadi. Kegiatan (kemanusiaan) itu tidak dilaporkan ke kami," ujar Arif seperti dikutip dari TribunSolo.com, Kamis (10/3/2022).
Meski membenarkan profesi SU, ia mengaku tak mengenal sosok Dokter SU secara personal. Arif mengatakan jarang bertemu dengan SU.
"Kami jarang ketemu, tetapi sebagai sesama anggota IDI tentu tahu, karena beliau kan kalau mengurus surat izin praktek ke kami," tuturnya.
Di sisi lain, Ketua RT tempat tinggal SU di Kelurahan Gayam, Kecamatan Sukoharjo, Bambang Pujiana Eka Warsono mengatakan Dokter SU merupakan pribadi tertutup.
Bambang mengatakan Dokter SU jarang bersosialisasi dengan warga. Bahkan ketika berpapasan, Dokter SU tidak pernah berbicara dengannya.
"Biasanya kalau saya ketemu itu pas maghrib sama isya. Itu aja kadang tidak ketemu, ya tidak rutin, ya cuma pernah salat di situ," kata Bambang dikutip dari Tribun Solo.
Selama tinggal di Desa Gayam, Dokter SU disebut tidak bersosialisasi dengan warga. Namun Bambang mengaku tidak mengetahui mengapa Dokter SU membatasi diri dengan para tetangganya.
Bahkan saking tak inginnya bergaul, kata Bambang, Dokter SU tidak pernah membayar iuran RT sebesar Rp 25.000 per bulannya.
"Tidak sama sekali, boleh dicek di bendahara saya, kalau yang namanya pak SU itu tidak pernah iuran. Padahal iuran di tempat saya cuma Rp 25.000 per bulan," tukas dia.