Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

HET Minyak Goreng Diprotes Pedagang, Wapres: Kita Pertimbangkan Kepentingan Semua Pihak

Kompas.com - 11/03/2022, 13:15 WIB
Ardito Ramadhan,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden, Ma'ruf Amin menyatakan, kebijakan menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng merupakan kebijakan yang diambil pemerintah dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak, bukan hanya pedagang.

Hal ini disampaikan Ma'ruf merespons keluhan pedagang yang menilai kebijakan tersebut tidak adil bagi para pedagang di pasar rakyat.

"Untuk harga itu kami mempertimbangkan kepentingan semua pihak, bukan hanya pedagang pasar, produsen, tetapi juga masyarakat dan konsumen. Ini kebijakan-kebijakan yang harus dipaksa diambil oleh pemerintah," kata Ma'ruf di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Jumat (11/3/2022).

Baca juga: Viral, Video Lautan Manusia di Lubuklinggau, Ternyata Antrean Minyak Goreng yang Digelar Pemda

Dalam rangka memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri, Ma'ruf meminta agar pengusaha tidak melakukan ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri belum terpenuhi.

Dia juga meminta ada penegakan hukum terhadap spekulan yang menimbun minyak goreng di tengah tingginya kebutuhan masyarakat.

"Ini akan kami tegakkan demi semuanya, baik pasokan komoditasnya, ketersediaan pasokanya, maupun kelancaran distribusinya, harganya juga, ini semua bisa secara komprehensif kita persiapkan," ujar Ma'ruf.

Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi menambahkan, pemerintah telah mendorong produsen untuk mendistribusikan minyak goreng ke pasar-pasar tradisional.

Ia memastikan, pemerintah tidak akan menaikkan HET minyak goreng dalam waktu dekat.

"Harga  Rp 11.500 memang itu untuk masyarakat dan memang pemerintah tidak mau menaikkan sampai ini berjalan dengan baik. Jadi tugas pemerintah menyiapkan barangnya, kemudian harganya," ujar Arief.

Sebelumnya, Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyusul minimnya pasokan minyak goreng murah di pasar tradisional hingga pekan ini. Ketua Umum DPP APPSI, Sudaryono mengatakan, pedagang pasar masih kesulitan untuk membeli minyak goreng dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah.

Konsekuensinya, harga minyak goreng yang dijual di pasar tradisional saat ini masih relatif mahal ketimbang yang ditawarkan ritel modern.

Sudaryono menilai, implementasi atas kebijakan tersebut tidak adil dan merata. Menurut dia, pemerintah lebih memprioritaskan dan mendahulukan distribusi minyak goreng bersubsidi di ritel modern.

"Ketidakadilan berawal dari adanya kebijakan atas minyak goreng yang hanya untuk dijual di ritel modern, sementara di pasar rakyat tidak jelas kebijakannya," kata Sudaryono seperti disiarkan Kompas TV, Kamis kemarin.

Hal itu, tentu merugikan pedagang pasar rakyat, karena banyak pelanggan pasar rakyat yang akhirnya belanja di ritel modern.

Di sisi lain, stok minyak goreng pedagang pasar masih banyak dan tidak laku dijual karena harga jualnya yang memang masih tinggi, yaitu berkisar antara Rp 17.000 sampai Rp 21.000 per liter.

"Pedagang pasar rakyat selalu menjadi pihak yang dipersalahkan setiap kali ada kenaikan harga komoditi, sementara ketika ada program subsidi dari pemerintah, tidak dilibatkan secara aktif dari sejak awal," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com