Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tes Antigen-PCR Tak Lagi Jadi Syarat Perjalanan, KSP Sebut Bukan untuk Segerakan Penetapan Endemi

Kompas.com - 08/03/2022, 16:09 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo mengatakan, penghapusan tes antigen dan PCR bagi pelaku perjalanan domestik bukan untuk mensegerakan penetapan status pandemi Covid-19 menjadi endemi.

Namun, kebijakan ini diberlakukan karena situasi pandemi saat ini semakin terkendali.

"Data-data kasus, keterisian RS, dan angka reproduksi efektif COVID19, semua menunjukan pandemi semakin berhasil terkendali dengan baik," ujar Abraham dalam keterangan persnya pada Selasa (8/3/2022).

"Ini menjadi landasan mengapa level PPKM di beberapa daerah diturunkan dan termasuk relaksasi testing untuk pelaku perjalanan," tegasnya.

Baca juga: Syarat Perjalanan Domestik Bebas Tes Antigen/PCR Mulai 8 Maret 2022

Diketahui, saat ini kasus aktif Covid-19 di seluruh wilayah Indonesia mencapai 448.273. Sementara itu, angka reproduksi Covid-19 secara nasional mencapai 1,09 atau turun dibandingkan data sebelumnya yang mencapai 1,16.

Adapun tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 (BOR) turun menjadi 34,92 persen pada pekan lalu. Angka tersebut di bawah standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni sebesar 60 persen.

Menurut Satuan Tugas Penanganan Covid-19, penurunan BOR ini dipicu oleh penurunan kasus Covid-19 dalam beberapa waktu terakhir.

Di sisi lain, Abraham juga menepis pendapat jika penghapusan antigen dan PCR sebagai syarat bagi pelaku perjalanan menunjukkan pemerintah kian longgar soal testing Covid-19.

Menurutnya, pemerintah saat ini justru semakin spesifik dalam melakukan testing Covid-19.

Baca juga: Tes PCR/Antigen Dihapus sebagai Syarat Perjalanan, PO Bus Berharap Jumlah Penumpang Meningkat

Yakni dengan menggunakan pendekatan surveillance aktif, baik secara aktif melakukan penemuan kasus atau Active Case Finding (ACF) maupun testing epidemiologi.

"Sederhananya surveillance aktif itu, dari pemerintah yang aktif mengejar target dengan menyasar area-area tertentu. Seperti ACF di sekolah," ungkap Abraham.

"Secara acak tes akan dilakukan pada siswa dan guru untuk deteksi dini apakah ada klaster atau tidak. Lalu yang namanya testing kontak erat juga masih diteruskan," jelasnya.

Berikutnya pemerintah juga semakin melihat data bahwa kasus akibat varian Omicron lebih ringan dibanding Delta. Oleh karenanya, angka keterisian RS dan kematian menjadi lebih diperhatikan dibanding angka kasus.

Abraham juga kembali mengingatkan, kebijakan penghapusan tes antigen dan PCR untuk pelaku perjalanan domestik, hanya diberlakukan bagi yang sudah divaksinasi dua dosis atau lengkap.

"Jadi masyarakat yang sudah tidak mau testing-testing lagi kalau mau terbang, ya segera lengkapi vaksinnya," tegasnya.

Baca juga: Masuk Arab Saudi Tak Perlu Karantina dan PCR, Dubes RI: Peluang Pelaksanaan Haji 2022

Sebelumnya, Koordinator PPKM Jawa Bali Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, aturan perjalanan domestik tidak perlu lagi melampirkan hasil tes antigen atau PCR negatif.

Aturan baru ini ditujukan bagi masyarakat yang sudah divaksinasi dua dosis atau lengkap.

Kebijakan tersebut langsung menuai kritik dari sejumlah pakar.

Sebab, testing Covid-19 dinilai masih menjadi hal yang penting dilakukan untuk melihat situasi pandemi saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com