Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setujui Resolusi PBB Soal Krisis Rusia-Ukraina, Indonesia Dinilai Mengekor AS

Kompas.com - 03/03/2022, 17:07 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menilai sikap Indonesia mendukung Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyayangkan agresi Rusia terhadap Ukraina hanya mengekor sikap Amerika Serikat dan sekutunya.

"Dengan posisi mendukung berarti Indonesia hanya mengekor AS dan kawan-kawan. Sebagai negara yang menjalankan kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif seharusnya Indonesia menjaga jarak yang sama dalam perseteruan antara Ukraina dan Rusia," kata Hikmahanto dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Kamis (3/3/2022).

Menurut Hikmahanto, Indonesia seharusnya tidak perlu melibatkan diri dalam pertikaian kedua negara itu, seperti yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya yang cenderung berpihak pada Ukraina.

"Indonesia tidak lagi bisa secara maksimal dalam posisi sebagai 'bagian dari solusi' dalam pertikaian Rusia dengan Ukraina, tetapi telah berposisi sebagai 'bagian dari masalah'," kata Hikmahanto yang juga Rektor Universitas Jenderal A Yani.

Baca juga: Resolusi PBB Menyesalkan Invasi Rusia ke Ukraina Dapat Dukungan Besar, China Abstain Lagi, 5 Menentang

Hikmahanto mengatakan, Kementerian Luar Negeri harus cermat dan hati-hati dalam membuat kebijakan dan menyikapi pertikaian antarnegara.

"Kemlu tidak seharusnya sekedar mengekor perspektif kebanyakan negara, apalagi negara-negara besar yang memiliki pengaruh," kata Hikmahanto.

Selain itu, lanjut Hikmahanto, dengan menyetujui resolusi Majelis Umum PBB itu seolah Indonesia berada dalam posisi sebagai hakim terkait serangan Rusia, dan menentukan tindakan tersebut sebagai kesalahan.

Dalam tataran hubungan internasional, menurut Hikmahanto, dua negara yang berseteru pasti memiliki justifikasi berdasarkan Piagam PBB dan hukum internasional.

Baca juga: Beragam Reaksi Negara-negara Asia terhadap Konflik Rusia-Ukraina

Selain itu, Hikmahanto mengatakan Rusia tidak akan menyatakan dirinya melakukan perang agresi atau serangan terhadap integritas wilayah negara lain. Sebab perang agresi disepakati untuk dilarang pasca Perang Dunia II, sehingga tujuan peperangan hanya boleh untuk dua hal saja yaitu dimandatkan oleh PBB atau dalam rangka membela diri (self defence).

Dalam hubungan antarnegara, menurut Hikmahanto pemerintah Indonesia seolah melupakan sejarah. Indonesia juga pernah berada di posisi seperti Rusia saat ini ketika menggelar operasi militer dan mencaplok wilayah Timor Timur (kini Republik Demokratik Timor Leste) dari Portugis pada 7 Desembar 1975. Kemudian Timor Timur sempat menjadi provinsi ke-27 sejak 17 Juli 1976 sampai merdeka pada 20 Mei 2002.

"Ketika itu narasi yang digunakan oleh Indonesia adalah rakyat Timtim berkeinginan untuk bergabung ke Indonesia (integrasi). Namun oleh AS dan kawan-kawan dihakimi sebagai tindakan aneksasi," ujar Hikmahanto.

Kekeliruan lain yang diambil oleh Perwakilan Indonesia dalam menyetujui Resolusi Majelis Umum PBB adalah tidak sesuai dengan arahan dari Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi dalam cuitan di Twitter pada 24 Pebruari 2022 menyatakan "Setop Perang" terkait krisis Rusia-Ukraina.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina, SBY: Jangan Sampai Upaya 70 Tahun Cegah Perang Dunia dan Nuklir Sia-sia

"Maknanya Presiden tidak merujuk pada ketentuan Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB yang mewajibkan negara agar menahan diri dari penggunaan kekerasan (perang) dalam melakukan hubungan internasional terhadap integritas wilayah negara lain," ucap Hikmahanto.

"Presiden lebih merujuk pada ketentuan Pasal 2 ayat 3 Piagam PBB yang mewajibkan negara untuk menyelesaikan sengketa mereka secara damai sehingga tidak membahayakan perdamaian dan keamanan internasional," lanjut Hikmahanto.

Resolusi Majelis Umum PBB itu disetujui oleh 141 dari 181 negara yang hadir melalui voting (pemungutan suara). Sementara 35 negara memilih abstain dan lima negara menolak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com