Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Sebut Restitusi Korban Kekerasan Seksual Dibebankan ke Pemerintah Bentuk "Hukuman" bagi Negara

Kompas.com - 24/02/2022, 07:13 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, kurang tepat jika Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menilai restitusi korban yang dibayar negara akan menghilangkan efek jera pada pelaku kekerasan seksual.

"Keliru kalau restitusi dikaitkan dengan efek jera. Restitusi semestinya dikaitkan dengan seberapa jauh efeknya bagi perbaikan kehidupan korban," kata Reza kepada Kompas.com, Kamis (24/2/2022).

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung menyatakan Herry bersalah telah memerkosa 13 santriwati serta menjatuhkan vonis pidana penjara seumur hidup dan restitusi untuk para korban senilai Rp 331,52 juta dibayarkan oleh Kementerian PPPA. Herry menerima vonis itu, sedangkan jaksa penuntut umum mengajukan banding.

Baca juga: PPPA Nilai Pembebanan Restitusi Korban Pemerkosaan Herry Wirawan pada Negara Tidak Tepat

Reza menyampaikan hal itu menanggapi pernyataan Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar.

Reza mengatakan, dia memahami keberatan Kementerian PPPA atas keputusan hakim yang membebankan pembayaran restitusi dalam kasus Herry Wirawan kepada mereka. Namun, menurut dia, hal itu juga sebagai bentuk untuk meminta pertanggungjawaban dari pemerintah.

"Pemerintah dibebani kewajiban membayar ganti rugi kepada korban karena pemerintah dianggap telah gagal melindungi warga negaranya dari aksi kejahatan," kata Reza.

"Jadi, kompensasi dapat dimaknai sebagai 'hukuman' atas kelalaian pemerintah dalam menciptakan ruang hidup yang aman tenteram bagi masyarakat," lanjut Reza.

Baca juga: Pakar Usul Negara Berutang Jika Keberatan Soal Restitusi Korban Herry Wirawan

Dalam diskusi virtual, Nahar kembali membahas tentang vonis yang diberikan majelis hakim pada terpidana kekerasan seksual Herry Wirawan.

“Harus dipertimbangkan bahwa (putusan) ini berpotensi menghilangkan efek jera dan pelaku bebas dari tanggung jawab pidanya,” sebut Nahar dalam diskusi virtual bertajuk Restitusi vs Kompensasi bagi Korban Kekerasan Seksual, Rabu (23/2/2022).

Reza mengatakan, sikap Kementerian PPPA mengajukan keberatan tidak keliru karena restitusi seharusnya memang tidak dibayar oleh negara. Dia mengatakan, istilah restitusi dipakai untuk ganti rugi dari pelaku langsung ke korban kejahatan, yang dalam hal ini adalah perkara kejahatan seksual terhadap anak.

Akan tetapi, Reza juga menyoroti amar putusan hakim yang mengadili perkara Herry Wirawan yang akhirnya memicu polemik.

"Jadi pada sisi pemakaian istilah, majelis hakim perkara Herry Wirawan memang rancu," ujar Reza.

Kendati demikian, menurut Reza bukan berarti negara bisa lepas tangan ketika terjadi peristiwa kejahatan.

Baca juga: Ramai-ramai Anggota DPR Kritik Hakim karena Tak Tambah Hukuman Kebiri untuk Herry Wirawan

Di sisi lain, menurut Reza, sejumlah negara sudah menerapkan kebijakan untuk menyediakan dana bagi korban kejahatan (crime victim fund). Dana itu, lanjut dia, adalah bentuk ganti rugi dari negara bagi korban.

Reza mencontohkan di Amerika Serikat dana ganti rugi untuk korban kejahatan mencapai lebih dari 800 miliar dollar per tahun. Uang itu disetor ke rekening Federal Crime Victim Fund.

Menurut dia, Indonesia juga patut meniru langkah itu dengan membuat regulasinya. Akan tetapi, untuk membedakan dengan restitusi maka ganti rugi dari negara disebut sebagai kompensasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com