JAKARTA, KOMPAS.com - Selain mempunyai tim aerobatik Jupiter, TNI AU juga pernah memiliki tim bernama Elang Biru.
Tim aerobatik Elang Biru pertama kali tampil pada 5 Oktober 1995, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ABRI (kini TNI) yang ke-50. Mereka saat itu dibekali dengan jet tempur F-16.
Yang unik dari tim Elang Biru adalah mulanya mereka belajar otodidak dari tim aerobatik negara lain, yakni Thunderbirds (Angkatan Udara Amerika Serikat), Blue Angels (Angkatan Laut AS), dan Red Arrows (Angkatan Udara Inggris). Caranya adalah dengan menyimak aksi tim aerobatik itu melalui rekaman video.
"Kami pun sebelumnya hanya melihat rekaman video penampilan Thunderbirds, Blue Angels (Angkatan Laut AS) dan Red Arrows (Inggris) lalu mempelajarinya sendiri," kata pemimpin tim Elang Biru, Letkol Rodi "Cobra" Suprasodjo.
Baca juga: Karnaval Dirgantara di Yogyakarta, dari Alutsista hingga Tim Aerobatik The Jupiters
Demi mengasah kemampuan, TNI AU akhirnya mengirimkan permohonan kepada AU Amerika Serikat untuk mengirimkan instruktur dari tim Thunderbirds. Akhirnya AS mengutus Mayor Peter McCaffery (37) dan Kapten Mattew E Byrd (32) yang masing-masing instruktur spesialis solo dan wing.
Selain itu, AU AS juga mengutus pilot andalan Thunderbirds, Kolonel Steve Trent (47). Mantan Komandan Tim Thunderbrids tahun 1988-1990 itu menurunkan ilmunya sebagai leader kepada Rodi Suprasodjo.
Dari ketiga guru itu, anggota tim Elang Biru menyerap trik-trik bermanuver secara tepat dan benar sebab pada dasarnya gerakan aerobatik dengan pesawat berharga milyaran rupiah itu sangat berbahaya.
"Kami yang tadinya merasa sudah bisa eeh ternyata memang belum bisa apa-apa, dalam arti dilihat dari teori beraerobatik secara benar," tutur Rodi, lulusan Akabri Udara tahun 1977.
"Sekali saja kita salah, bisa fatal akibatnya," komentar anggota tim.
Baca juga: Dua Tim Aerobatik TNI AU Unjuk Kehebatan Manuver di Pameran Dirgantara
Karena permainan akrobat di udara dengan jet tempur sangat berbahaya, maka pilot yang dipilih saat itu adalah mereka yang sudah punya pengalaman terbang dengan f-16 di atas 500 jam.
Persyaratan ketat memang harus diterapkan mengingat khusus untuk beraerobatik, para penerbang yang biasa membawa pesawatnya dalam kecepatan sekitar 500 - 750 km/jam harus mampu terbang dengan kecepatan amat rendah yakni antara 110 - 120 km/ jam, demikian pula dengan ketinggiannya, kalau biasanya mereka terbang di ketinggian sekitar 5.000 kaki (feet) maka kini hanya 500 kaki. Semua itu agar manuver berbahaya seperti bon ton roll (gerakan pesawat berputar pada posisi masing-masing dalam waktu bersamaan) atau callypso (gerakan sebuah pesawat terbang dalam posisi normal dan satunya terbalik) bisa dinikmati secara jelas dan indah oleh para pemirsa.
Semua gerakan itu di Tunderbirds dipelajari dalam waktu enam bulan namun di Elang Biru mereka praktis menggunakan waktu hanya sekitar 4 bulan untuk berlatih teori maupun praktek.
Berita ini sudah tayang di surat kabar KOMPAS edisi 31 Juli 1995 dengan judul: "Si Elang Biru, Hadiah TNI-AU di tahun emas".