Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditetapkan Tersangka KPK, Pejabat Ditjen Pajak Wawan Ridwan Diduga Atur Nilai Penghitungan Pajak

Kompas.com - 11/11/2021, 16:36 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Wawan Ridwan sebagai tersangka suap dan gratifikasi.

Wawan ditetapkan tersangka bersama Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II Alfred Simanjuntak terkait dengan pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak.

Perkara ini merupakan hasil pengembangan perkara yang menjerat mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019 Angin Prayitno Aji.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, Wawan selaku Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak bersama-sama dengan Alfred atas perintah dan arahan khusus dari Angin Prayitno Aji melakukan pemeriksaan perpajakan untuk 3 wajib pajak.

Baca juga: KPK Jelaskan Kronologi Penangkapan Pejabat Ditjen Pajak

“Dalam proses pemeriksaan 3 wajib pajak tersebut, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang agar nilai penghitungan pajak tidak sebagaimana mestinya dan tentunya memenuhi keinginan dari para wajib pajak dimaksud,” ujar Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (11/11/2021).

Tiga wajib pajak itu adalah PT Gunung Madu Plantations untuk tahun pajak 2016, PT Bank PAN Indonesia untuk tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.

Selain angin, dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak Dadan Ramdani dan kuasa wajib pajak Veronika Lindawati.

Kemudian, tiga konsultan pajak yakni Ryan Ahmad Ronas, Aulia Imran Maghribi, dan Agus Susetyo sebagai tersangka.

Ghufron melanjutkan, atas hasil pemeriksaan pajak yang telah diatur dan dihitung sedemikian rupa, Wawan dan Alfred diduga telah menerima uang yang kemudian diserahkan kepada Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani.

Sekitar Januari-Februari 2018 uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 15 miliar diserahkan oleh Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi sebagai perwakilan PT Gunung Madu Plantations.

Baca juga: KPK Tetapkan 2 Pejabat Ditjen Pajak Tersangka Suap dan Gratifikasi

Kemudian, pertengahan tahun 2018 uang sebesar 500 ribu dolar Singapura yang diserahkan oleh Veronika Lindawati sebagai perwakilan PT Bank PAN Indonesia Tbk dari total komitmen sebesar Rp 25 miliar.

Selanjutnya sekitar Juli-September 2019 uang sebesar total 3 juta dolar Singapura diserahkan oleh Agus Susetyo sebagai perwakilan PT Jhonlin Baratama.

“Dari total penerimaan tersebut, tersangka WR (Wawan Ridwan) diduga menerima jatah pembagian sejumlah sekitar sebesar 625.000 dolar Singapura,” ucap Ghufron.

“Selain itu, diduga tersangka WR juga menerima adanya pemberian sejumlah uang dari beberapa wajib pajak lain yang diduga sebagai gratifikasi yang jumlah uangnya hingga saat ini masih terus didalami,” ucap dia.

Lebih lanjut, Ghufron mengatakan, tim penyidik juga telah melakukan penyitaan tanah dan bangunan milik Wawan Ridwan di Kota Bandung yang diduga diperoleh dari penerimaan-penerimaan uang suap dan gratifikasi terkait pemeriksaan pajak.

Atas perbuatannya, Wawan Ridwan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com