Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: Perempuan Rentan Terkena Hukuman Mati

Kompas.com - 08/10/2021, 21:27 WIB
Tatang Guritno,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, perempuan masih rentan terkena hukuman mati.

Menurut peneliti ICJR Maidina Rahmawati, perkara pidana mati yang dikenakan pada perempuan sebenarnya tidak banyak, hanya tiga persen dari total vonis pidana mati yang terjadi sejak tahun 2002.

Namun, kerentanan perempuan pada vonis tersebut nampak dari jarangnya aparat penegak hukum menggunakan alasan berperspektif gender sebagai alasan yang meringankan.

“Hal ini penting untuk dibahas karena jarang sekali pertimbangan adanya riwayat kekerasan perempuan dalam pidana mati menjadi faktor peringan untuk tidak memberlakukan pidana mati,” kata Maidina dalam keterangan tertulis, Jumat (8/10/2021).

Baca juga: Calon Hakim Agung Prim Haryadi Nilai Tak Ada Salahnya Terapkan Hukuman Mati untuk Koruptor

Maidina menyampaikan, beberapa narapidana perempuan juga dikenai vonis mati karena kegagalannya memenuhi tuntutan norma sosial berkaitan dengan peran gender mereka.

Hal itu terjadi pada 2 kasus vonis hukan mati MM yang terjerat karena kasus narkoba dan ZH yang dipidana atas perkara pembunuhan berencana.

“MM dianggap seharusnya menjadi panutan terhadap anaknya, ZH dianggap harusnya menghormati suami dan mampu menciptakan tertib keluarga,” ujar dia.

Maidina mengatakan, ada total 42 vonis mati yang dijatuhkan pada terdakwa perempuan dari total 884 pidana mati berdasarkan data ICJR periode 2002-2020.

Baca juga: Pembunuh Sadis Ibu dan Anak di Aceh Divonis Hukuman Mati, Terbukti Pukul dan Perkosa Korban

Berdasarkan catatan ICJR, 5 kasus pidana mati perempuan tidak menyampaikan latar belakangnya bahwa perempuan tersebut korban kekerasan.

Kemudian, kerentanan berikutnya adalah para narapidana perempuan yang sering terjebak masalah narkotika biasanya mau melakukan tindakan pidana itu karena kepentingan pihak lain, dalam hal ini kerap kali adalah pasangannya.

“Seperti dijanjikan akan dipenuhi kebutuhannya, dinikahi, atau membantu pasangannya yang merupakan pimpinan jaringan peredaran narkotika,” tutur Maidina.

Terakhir, perempuan menjadi rentan karena perkara yang menjeratnya kerap kali dilandasi tindakan untuk melindungi anggota keluarga lain.

“Terpaksa mengikuti perintah pengendali peredaran narkoba karena anaknya akan dibunuh,” ucap Maidina.

“Kerentanan ini sama sekali tidak dipertimbangkan hakim untuk meringankan vonis,” kata dia.

Baca juga: Terdakwa Penyelundup 200 Kilogram Sabu di Kota Tangerang Dituntut Hukuman Mati

Maidina juga mendesak agar pemerintah melakukan pembaruan hukum acara pidana dalam undang-undang agar ada pelatihan berbasis gender, kekerasan dalam rumah tangga dan kecenderungan kontrol koersif.

“Sebab faktor-faktor itu yang sering membuat perempuan melakukan tindak pidana yang dapat diancam hukuman mati,” ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com