Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Tiga Jenderal Bintang Lima di Indonesia

Kompas.com - 07/10/2021, 10:54 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jenderal besar atau jenderal bintang lima merupakan pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Pangkat ini diberikan kepada sosok yang dinilai berjasa sangat besar.

Di Indonesia, pangkat jenderal besar, laksamana besar, dan marsekal besar bukanlah pangkat yang bisa diperoleh oleh sembarang perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

"Pangkat Jenderal Besar Tentara Nasional Indonesia, Laksamana Besar Tentara Nasional Indonesia, dan Masekal Besar Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan kepada Perwira Tinggi yang sangat berjasa terhadap perkembangan bangsa dan negara pada umumnya dan Tentara Nasional Indonesia pada khususnya," demikian bunyi Pasal 7 Ayat (2a) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1997.

Baca juga: PETA, Militer Bentukan Jepang yang Jadi Cikal Bakal TNI

PP tersebut juga menyatakan, pemberian pangkat jenderal besar, laksamana besar, dan marsekal besar diberikan oleh presiden atas usul panglima ABRI (sekarang TNI).

Dalam bagian penjelasan PP disebutkan, perwira tinggi TNI yang telah sangat berjasa adalah sebagai berikut:

a. Perwira Tinggi terbaik yang tidak pernah mengenal berhenti dalam perjuangannya dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia;

b. Perwira Tinggi terbaik yang pernah memimpin perang besar dan berhasil dalam pelaksanaan tugasnya; atau

c. Perwira Tinggi terbaik yang telah meletakkan dasar-dasar perjuangan ABRI

Sejak 1997, baru ada tiga orang yang menyandang pangkat jenderal bintang lima, yaitu Jenderal Besar Soedirman, Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, dan Jenderal Besar Soeharto.

Berikut profil ketiga jenderal besar itu sebagaimana dihimpun dari berbagai sumber.

Panglima Besar Jenderal SoedirmanWikipedia Panglima Besar Jenderal Soedirman

Soedirman

Jenderal Soedirman lahir di Purbalingga pada 24 Januari 1916. Sejak kecil ia dididik untuk menjadi anak yang disiplin serta memiliki sopan santun Jawa yang tradisional.

Persentuhannya dengan dunia militer dimulai saat mengikuti latihan Pembela Tanah Air (PETA) angkatan kedua di Bogor. Setelah itu, ia diangkat menjadi daidanco (komandan batalyon) berkedudukan di Kroya, Banyumas.

Sebagai komandan, Soedirman rupanya sangat dicintai oleh anak buahnya karena sangat memperhatikan kesejahteraan prajurit.

Ia tidak segan-segan untuk bersitegang dengan opsir-opsir Jepang. Namun, karena itu ia justru dicurigai.

Jepang sempat berniat "menjebak" Soedirman dengan membawanya dan beberapa orang perwira PETA lainnya ke Bogor dengan dalih akan mendapat lanjutan pada Juli 1945.

Sebetulnya saat itu Jepang berniat untuk membuang Soedirman. Niat itu tak terlaksana karena Jepang menyerah kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945, Soedirman pun kembali ke Banyumas.

Baca juga: Kisah Pemilik Rumah di Gunungkidul yang Disinggahi Jenderal Soedirman Saat Gerilya: Hanya Mau Dipanggil Kang:

Setelah Indonesia merdeka, Soedirman terpilih menjadi ketua Badan Keamanan Rakyat (BKR) Karasidenan Banyumas.

Tak lama kemudian ia diangkat sebagai Komandan Divisi V Tentara Keamanan Rakyat (TKR) setelah BKR meleburkan diri ke TKR.

Pada 12 November 1945, Soedirman pun dipilih sebagai pimpinan tertinggi TKR karena pemegang jabatan itu, Soeprijadi, tidak pernah muncul.

Bersamaan dengan itu, Soedirman menghadapi ancaman pihak sekutu di Magelang dan Ambarawa. TKR berhasil memukul mundur melalui pertempuran di Ambarawa.

Pada 15 Desember 1945, Soedirman dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai panglima besar TKR dengan pangkat jenderal.

Soedirman kerap kali berbeda pendapat dengan pemerintah dalam menghadapi agresi militer Belanda. Sebagai militer, ia ingin pertentangan diselesaikan melalui cara-cara militer, sedangkan pemerintah ingin menempuh jalan diplomasi.

Soedirman pun rela berperang dengan Belanda melalui gerilya meski saat itu ia menderita penyakit TBC (tubercolosis). Paru-parunya hanya berfungsi 50 persen.

Pada Desember 1948, Soekarno sempat menasihati Soedirman agar kembali ke rumah karena sakit. Namun, nasihat itu ditolak dan ia menegaskan akan terus bergerilya bersama para prajurit.

“Tempat saya yang terbaik adalah di tengah-tengah anak buah. Saya akan meneruskan perjuangan gerilya dengan sekuat tenaga seluruh prajurit," kata Soedirman saat itu.

Baca juga: Jenderal Soedirman: Masa Kecil, Pendidikan, dan Perjuangannya

Selama bergerilya, Soedirman harus ditandu dengan berpindah-pindah tempat dan keluar masuk hutan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com