Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Minta MK Tolak Permohonan Uji Materi soal Keserentakan Pemilu 2024

Kompas.com - 27/09/2021, 16:28 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Hal tersebut disampaikan anggota Komisi III DPR Supriansa yang menjadi perwakilan DPR dalam sidang uji materi UU Pemilu, Senin (27/9/2021).

"Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima," kata Supriansa, dalam sidang yang disiarkan secara daring, Senin (27/9/2021).

Baca juga: Eks KPPS Gugat Pasal soal Keserentakan di UU Pemilu ke MK

DPR menilai para pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan uji materi.

Selain itu, kata Supriansa, seharusnya para pemohon uji materi UU Pemilu memberikan masukan ke DPR atau pemerintah jika ingin mengubah pasal soal keserentakan pemilu. Sebab, DPR dan pemerintah merupakan bagian dari pembentukan undang-undang.

"Sebagai masukan untuk dilakukan perubahan atas penggantian terhadap ketentuan pasal a quo, maupun terhadap pelaksanaan pemilu serentak yang lebih baik ke depannya," ujar dia.

DPR juga meminta MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) dan pasal 347 ayat (1) UU Pemilu tidak bertentangan dengan UU Dasar 1945.

Adapun permohonan tersebut diajukan empat orang, yakni Akhid Kurniawan yang merupakan mantan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2019.

Kemudian mantan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Dimas Permana Hadi dan Heri Darmawan serta mantan Petugas Pemungutan Suara (PPS) Subur Makmur.

"Pemohon dalam hal ini mengajukan permohonan konstitusionalitas Pasal 167 Ayat 3 dan Pasal 347 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia," dikutip dari permohonan uji materi yang diakses melalui laman www.mkri.id, Selasa (27/4/2021).

Baca juga: Eks Anggota KPPS Gugat Keserentakan Pemilu, Ini Tanggapan DPR

Pemohon mempermasalahkan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) sepanjang frasa Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak.

Dikutip dari Kompas.id, pemohon meminta MK membatalkan ketentuan pemilu serentak 2024 atau yang lebih dikenal dengan pemilu lima kotak. Mereka menilai pelaksanaan pemilu lima kotak tersebut akan sangat memberatkan petugas penyelenggara pemilihan di lapangan.

Berdasarkan catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait Pemilu 2019, terdapat 894 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dan 5.175 anggota KPPS yang sakit akibat kelelahan.

Dengan adanya fakta tersebut, menurut pemohon uji materi, format keserentakan pemilu membutuhkan perbaikan dan penataan yang menitikberatkan kepada rasionalisasi beban penyelenggara pemilu.

Mereka juga meminta adanya jaminan keamanan dan kesehatan bagi warga negara yang nantinya berpartisipasi sebagai penyelenggara pemilihan di semua level pada Pemilu 2024. MK diminta mengubah format keserentakan pemilu dengan mengeluarkan pemilu legislatif daerah (DPRD) dari pemilu nasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com