Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Diminta Terbuka soal Malaadministrasi Proses Alih Status Pegawai

Kompas.com - 22/07/2021, 05:00 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersikap terbuka dalam menanggapi temuan Ombudsman soal malaadministrasi proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Selain KPK, Arsul juga meminta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) memiliki sikap yang sama.

"Kami di DPR meminta agar KPK maupun Kementerian/Lembaga terkait, khususnya Kemenpan RB dan BKN, untuk menyikapi dengan pikiran terbuka terhadap temuan Ombudsman RI," kata Arsul, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/7/2021).

Baca juga: Ombudsman: KPK Abaikan Pernyataan Presiden Jokowi soal TWK

Menurutnya, temuan tersebut dapat dikaji dari berbagai sisi, baik prinsip maupun hukum administrasi negara.

Arsul juga berharap, Ombudsman menyampaikan hasil temuannya itu kepada Komisi II dan Komisi III.

Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengaku belum dapat berkomentar lebih jauh terkait tindak lanjut Komisi III atas temuan Ombudsman.

Sebab, Komisi III perlu mengetahui hasil temuan Ombudsman secara lebih detail.

"Tentu kami pun harus membaca dulu temuan Ombudsman RI itu," tutur dia.

Namun, Arsul menegaskan, sejak awal ia menilai proses alih status pegawai KPK tak cukup transparan.

"Padahal, baik KPK maupun lembaga terkait yang dilibatkan tahu betul, bahwa kalau menyangkut KPK, maka publik akan selalu memberikan sorotan yang kuantumnya berbeda," kata Arsul.

Baca juga: Ombudsman: SK Penonaktifan Pegawai KPK Bertentangan dengan Putusan MK

Sebelumnya, Ombudsman RI menyatakan KPK dan BKN melakukan penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan TWK.

Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengatakan, temuan penyimpangan itu tampak pada penandatanganan nota kesepahaman dan kontrak swakelola terkait pelaksanaan TWK.

"Nota kesepahaman pengadaan barang dan jasa melalui swakelola antara Sekjen KPK dan Kepala BKN ditandatangani pada 8 April 2021, dan kontrak swakelola ditandatangani tanggal 20 April 2021, namun dibuat tanggal mundur 27 Januari 2021," ujar Endi, dalam konferensi pers virtual di YouTube Ombudsman RI, Rabu (21/7/2021).

"Jadi tanda tangan bulan April, tapi dibuat mundur tiga bulan ke belakang yaitu 27 Januari 2021," sambungnya.

Padahal, pelaksanaan TWK dilakukan pada 9 Maret 2021. Dengan demikan, TWK dijalankan sebelum nota kesepahaman dan kontrak swakelola itu ada.

Tak sampai di situ, Ombudsman juga menyatakan bahwa BKN tidak berkompeten dalam melaksanakan asesmen TWK terhadap pegawai KPK.

Menurut Endi, penyebabnya adalah BKN tidak memiliki instrumen dan asesor untuk melaksanakan alih status pegawai KPK menjadi ASN.

"Dalam pelaksanaannya BKN tidak memiliki alat ukur, instrumen dan asesor untuk melakukan asesmen tersebut, yang BKN punya adalah alat ukur terkait CPNS, tapi tidak terkait peralihan status pegawai KPK," kata Endi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com