Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan: Perbuatan Briptu Nikmal Dikategorikan Penyiksaan Seksual

Kompas.com - 25/06/2021, 11:21 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengusulkan pengaturan soal tindak pidana penyiksaan seksual dalam rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Selain itu, ia menilai ketentuan tersebut juga harus diatur dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Komnas Perempuan dan jaringan masyarakat sipil mengusulkan agar ada pengaturan tindak pidana penyiksaan dalam RKUHP dan tindak pidana penyiksaan seksual dalam RUU PKS," kata Siti, saat dihubungi, Jumat (25/6/2021).

Baca juga: Kasus Polisi Pemerkosa Remaja Briptu Nikmal dan Desakan Penyelesaian RUU PKS...

Hal itu ia sampaikan dalam merespons kasus pemerkosaan yang dilakukan Briptu Nikmal Idwar terhadap anak di bawah umur, di Polsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara.

Menurut Siti, perbuatan Briptu Nikmal dapat dikategorikan sebagai penyiksaan seksual. Sebab, Briptu Nikmal melakukan kekerasan seksual dalam kapasitas sebagai penegak hukum.

"Disebut dengan penyiksaan seksual, karena perkosaan dilakukan oleh aparat penegak hukum di kantor kepolisian dalam kapasitasnya sebagai aparatur negara yang melakukan penangkapan terhadap dua orang remaja tersebut," ujarnya.

Siti mengatakan, selama ini belum ada aturan tindak pidana penyiksaan seksual dalam KUHP atau UU Perlindungan Anak. Bentuk-bentuk penyiksaan seksual masih disamakan dengan perkosaan secara umum.

Berdasarkan laporan yang diterima Komnas HAM dan lembaga perlindungan korban lainnya, ada beragam jenis kekerasan seksual yang dilakukan sebagai sarana penyiksaan dan penghukuman.

"Seperti pelecehan seksual dengan menelanjangi, memfoto, meremas payudara, menyetrum payudara, mengarak korban tanpa busana, dan sebagainya," tutur dia.

Baca juga: Politikus PPP Minta Hukuman Polisi Pemerkosa Remaja di Maluku Utara Diperberat

Ia memaparkan, aturan tindak pidana penyiksaan dan penyiksaan seksual, di antaranya mesti mengatur setiap pejabat negara dapat dipina apabila melakukan satu atau lebih tindak pidana, atau menyuruh, menghasut, menyetujui atau membiarkan kekerasan seksual.

Kekerasan seksual itu bertujuan mengintimidasi, paksaan, hukuman atau mendapatkan informasi atau pengakuan, atau segala alasan berdasarkan diskriminasi.

Kemudian, setiap orang yang melakukan satu atau lebih tindak pidana kekerasan seksual, yang dilakukan atas penggerakan, hasutan, persetujuan atau pembiaran oleh pejabat negara, untuk tujuan intimidasi, paksaan, hukuman, atau mendapatkan informasi atau pengakuan, atau untuk segala alasan berdasarkan diskriminasi, dipidana karena penyiksaan seksual.

Siti menambahkan, Komnas Perempuan mendukung langkah hukum yang diambil Polri untuk menjatuhkan sanksi etik dan pidana terhadap Briptu Nikmal. Selain itu, Komnas meminta kepolisian memastikan pendampingan dan pemulihan korban.

"Meminta kepolisian bekerjasama dengan pendamping hukum untuk memenuhi kebutuhan pemulihan psikologis, perlindungan, dan restitusi bagi korban," katanya.

Baca juga: Briptu Nikmal Idwar, Polisi Pemerkosa Remaja di Maluku Utara Akan Dipecat

Briptu Nikmal kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan. Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat atas kasus tersebut.

Selain itu, Propam Polri akan memecat Nikmal sebagai anggota polisi. Nikmal bakal mengikuti mekanisme Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri sesuai UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI.

"Bidang Propam Polda Maluku Utara dan Divisi Propam Polri akan memproses pemberhentian tidak dengan hormat kepada yang bersangkutan," ujar Sambo, Kamis (24/6/2021).

Briptu Nikmal dijerat dengan Pasal 80 dan Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimum 15 tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com